Bisnis.com, JAKARTA - Investasi telah menjadi bagian integral dari kehidupan modern, dan salah satu bentuk investasi yang populer adalah saham. Pasar modal Indonesia mengenal dua jenis utama, yaitu pasar modal konvensional dan pasar modal syariah.
Saham syariah adalah jenis efek saham yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah dalam dunia pasar modal. Pengertian saham dalam konteks saham syariah mengacu pada definisi saham secara umum yang telah diatur dalam undang-undang dan peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Perbedaan Saham Syariah dan Saham Konvensional
Pada dasarnya, perbedaan antara saham syariah dan saham konvensional melibatkan prinsip-prinsip syariah, landasan hukum, pengawasan, dan indeks harga saham yang digunakan, lebih jelasnya sebagai berikut:
1. Asas Operasional Perusahaan
- Saham Konvensional: Tidak ada aturan spesifik yang mengatur kegiatan operasional perusahaan di pasar modal konvensional.
- Saham Syariah: Saham yang diperdagangkan harus berasal dari perusahaan yang menjalankan kegiatan operasional sesuai dengan prinsip-prinsip syariah, yang melibatkan pembatasan terhadap aktivitas seperti riba, perjudian, dan spekulasi.
2. Landasan Hukum
- Saham Konvensional: Mengacu pada Undang-Undang Pasar Modal, khususnya Undang-Undang No.8 tahun 1995.
- Saham Syariah: Berlandaskan pada prinsip-prinsip Al-Qur'an dan Hadis, yang kemudian ditegaskan oleh Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN).
3. Pengawasan
- Saham Konvensional: Tidak ada pengawasan khusus dari lembaga syariah, melainkan melalui lembaga regulasi pasar modal.
- Saham Syariah: Diawasi oleh Dewan Syariah Nasional (DSN) untuk memastikan ketaatan terhadap prinsip-prinsip syariah.
4. Indeks Harga Saham
- Saham Konvensional: Menggunakan indeks seperti IHSG, LQ45, Kompas 100, dan lainnya.
- Saham Syariah: Diperdagangkan dengan mengacu pada indeks khusus, seperti Jakarta Islamic Index (JII) dan Daftar Efek Syariah (DES).
5. Jenis Bisnis Perusahaan
Perbedaan yang paling mendasar antara saham syariah dan konvensional terletak pada jenis bisnis perusahaan yang menerbitkannya. Saham syariah hanya berasal dari perusahaan yang menjalankan bisnis sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam.
Sebaliknya, saham konvensional dapat diterbitkan oleh perusahaan di berbagai sektor industri tanpa memperhatikan aspek halal atau haram.
Contoh bisnis yang tidak sejalan dengan prinsip syariah dan oleh karena itu tidak dapat menerbitkan saham syariah meliputi jual beli produk yang dilarang, transaksi dengan risiko ketidakpastian, jual beli barang atau jasa yang diharamkan, dan bisnis yang terkait dengan perjudian.
Baca Juga
6. Aset Milik Perusahaan
Aset perusahaan yang menerbitkan saham syariah juga harus memenuhi kriteria tertentu. Sebagai contoh, perusahaan saham syariah harus memiliki aset yang lebih besar daripada utang berbasis bunga.
Terdapat batasan rasio utang berbasis bunga, yang maksimalnya adalah 45% dari total aset perusahaan. Selain itu, ada juga batasan maksimal pendapatan non-halal, yaitu pendapatan yang berasal dari sumber-sumber yang bertentangan dengan prinsip syariah, yang tidak boleh melebihi 10% dari total pendapatan perusahaan.
Perusahaan yang menerbitkan saham konvensional tidak terikat oleh batasan-batasan ini, sehingga mereka memiliki fleksibilitas yang lebih besar dalam struktur keuangan mereka.
7. Proses Transaksi
Proses transaksi menjadi area lain yang membedakan saham syariah dan konvensional. Saham konvensional dapat diperdagangkan langsung melalui broker, tetapi pada saham syariah, praktik ini tidak diperbolehkan untuk menghindari potensi manipulasi harga.
Selain itu, saham syariah tidak menerapkan sistem bunga karena dianggap mengandung riba. Oleh karena itu, transaksi saham syariah tidak melibatkan praktik margin trading atau short selling.
8. Orientasi Keuntungan
Saham syariah memiliki orientasi keuntungan yang mencakup aspek dunia dan akhirat. Pendapatan non-halal, seperti bunga atau sumber pendapatan lain yang bertentangan dengan prinsip syariah, pada perusahaan saham syariah tidak boleh melebihi 10% dari total pendapatan. Sementara itu, saham konvensional tidak memiliki pembatasan semacam itu, dan pendapatan non-halal dapat melebihi pendapatan hasil usaha tanpa pembatasan tertentu.
9. Relasi dengan Nasabah
Hubungan antara nasabah dan perusahaan saham syariah berada di bawah pengawasan Dewan Pengawas Syariah, sementara hubungan antara pemegang saham konvensional dan perusahaan saham tidak melibatkan pihak ketiga untuk pengawasan.
Indeks Saham Syariah
Para investor dapat memeriksa saham-saham syariah melalui Daftar Efek Syariah yang telah diumumkan oleh Otoritas Jasa Keuangan dan dipublikasikan oleh Pihak Penerbit Daftar Efek Syariah. Mengutip laman BEI, terdapat 5 (lima) indeks saham syariah di pasar modal Indonesia.
- Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) mencakup semua saham syariah yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dan termasuk dalam Daftar Efek Syariah (DES) yang diumumkan oleh Otoritas Jasa Keuangan. Komponen ISSI dipilih dua kali setiap tahun, yaitu pada bulan Mei dan November.
- Jakarta Islamic Index (JII) terdiri dari 30 saham syariah yang memiliki tingkat likuiditas tinggi dan sudah terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Beberapa kriteria untuk saham masuk dalam JII termasuk urutan rata-rata kapitalisasi pasar tertinggi selama 1 tahun terakhir dan rata-rata nilai transaksi harian di pasar reguler yang tinggi.
- Jakarta Islamic Index 70 (JII70) terdiri dari 70 saham syariah yang memiliki tingkat likuiditas tinggi dan terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Kriteria untuk saham masuk dalam JII70 meliputi urutan rata-rata kapitalisasi pasar tertinggi selama 1 tahun terakhir dan rata-rata nilai transaksi harian di pasar reguler yang tinggi dari 150 saham yang dipilih.
- IDX Sharia Growth (IDXSHAGROW) merupakan indeks yang menilai performa harga dari 30 saham syariah yang menunjukkan pertumbuhan laba bersih dan pendapatan yang relatif terhadap harga, sambil mempertimbangkan likuiditas transaksi dan kinerja keuangan yang kuat.
- IDX-MES BUMN 17 merupakan indeks yang mengukur kinerja harga dari 17 saham syariah milik Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan entitas yang terafiliasi, yang ditandai dengan tingkat likuiditas yang tinggi, kapitalisasi pasar yang besar, serta didukung oleh fundamental perusahaan yang solid.
Dengan memahami perbedaan-perbedaan ini, investor dapat membuat keputusan investasi yang lebih baik sesuai dengan nilai-nilai dan prinsip dianut. Selain itu, bagi investor yang tertarik pada saham syariah, penting untuk melakukan pengecekan terkait klaim saham syariah melalui Sistem Online Trading Syariah (SOTS) dan Daftar Efek Saham (DES) yang dikeluarkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bersama Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI).
Dalam pasar modal syariah, investasi diarahkan untuk mendukung kegiatan bisnis yang sesuai dengan nilai-nilai Islam. Pengawasan ketat dari lembaga syariah dan pemilihan saham berdasarkan kriteria syariah membuat saham syariah menjadi pilihan bagi investor yang menghargai aspek etika dan moral dalam investasi mereka.
Penting bagi masyarakat dan investor untuk memahami perbedaan ini agar mereka dapat membuat keputusan investasi yang sesuai dengan nilai dan prinsip mereka sendiri. Dengan demikian, pasar modal Indonesia dapat terus berkembang, menciptakan lingkungan investasi yang inklusif dan berkelanjutan