Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Harga Minyak Melonjak, Saham Migas MEDC-PGAS Tersulut

Harga minyak dunia yang melonjak akibat serangan mendadak Hamas terhadap Israel turut memanaskan saham-saham emiten minyak dan gas (migas) seperti MEDC-PGAS.
Hafiyyan,Jessica Gabriela Soehandoko
Senin, 9 Oktober 2023 | 10:57
Fasilitas produksi dan penyimpanan terapung (Floating Production Storage and Offloading/FPSO) Belanak di South Natuna Sea Block B yang dikelola Medco E&P Natuna (MEPN). Istimewa/SKK Migas.
Fasilitas produksi dan penyimpanan terapung (Floating Production Storage and Offloading/FPSO) Belanak di South Natuna Sea Block B yang dikelola Medco E&P Natuna (MEPN). Istimewa/SKK Migas.

Bisnis.com, JAKARTA -  Harga minyak dunia yang melonjak akibat serangan mendadak Hamas terhadap Israel yang mempengaruhi ketegangan di Timur Tengah turut memanaskan saham-saham emiten minyak dan gas (migas).

Pada perdaganan Senin (9/10/2023) pukul 10.40 WIB, harga minyak WTI kontrak November 2023 naik 3,90 persen menjadi US$86,02 per barel. Harga minyak Brent kontrak Desember 2023 memanas 3,63 persen menjadi US$87,65 per barel.

Sementara itu, pada pukul 10.45 WIB, saham PT Medco Energi Internasional Tbk. (MEDC) naik 7,81 persen menjadi Rp1.450. Total transaksi saham MEDC mencapai 222,95 miliar. Sepanjang 2023, saham MEDC naik 42,86 persen.

Saham PT Elnusa Tbk. (ELSA) juga naik 4,10 persen menjadi Rp406. Sepanjang 2023, saham Grup Pertamina itu naik 30,13 persen.

Saham Grup Bakrie, PT Energi Mega Persada Tbk. (ENRG) juga melonjak 4,88 persen. Namun, sepanjang 2023 saham ENRG masih terkoreksi 11,56 persen.

Saham PT AKR Corporindo Tbk. (AKRA) naik 2,82 persen. AKRA merupakan perusahaan dengan pemasukan utama dari distribusi BBM. Sepanjang 2023, saham AKRA naik 4,29 persen.

Sementara itu, saham PT Perusahaan Gas Negara Tbk. (PGAS) atau PGN naik 2,58 persen menjadi Rp1.390. Saham PGAS masih tertekan 21,02 persen sepanjang tahun berjalan.

Diketahui bahwa minyak West Texas Intermediate (WTI) diperdagangkan di atas US$85 per barel pada awal perdagangan Asia, karena premi resiko perang kembali masuk ke pasar. Para pedagang juga khawatir eskalasi kekerasan yang kini terjadi di Timur Tengah, dapat memicu perang proksi yang lebih merusak, yang melibatkan Amerika Serikat (AS) dan Iran. 

Peristiwa terbaru di Israel tersebut tidak langsung menimbulkan ancaman terhadap pasokan. Namun, setiap kemungkinan adanya pembalasan terhadap Iran di tengah laporan bahwa Republik Islam terlibat dalam serangan tersebut, akan memicu kekhawatiran atas Selat Hormuz. 

Adapun, Selat Hormuz adalah jalur pelayaran penting yang sebelumnya diancam akan ditutup oleh Teheran, yakni ketika Amerika Serikat (AS) mengirimkan kapal perang ke wilayah tersebut.

Analis ANZ Group Holdings Ltd. Brian Martin dan Daniel Hynes dalam sebuah catatan, mengatakan bahwa kunci bagi pasar adalah apakah konflik tetap terkendali atau menyebar ke wilayah lain, khususnya Arab Saudi. 

“Paling tidak, tampaknya pasar akan berasumsi bahwa situasi ini akan tetap terbatas dalam hal cakupan, durasi, dan konsekuensi terhadap harga minyak. Namun volatilitas yang lebih tinggi diperkirakan akan terjadi,” jelasnya, seperti dikutip dari Bloomberg, Senin (9/10/23). 

Kontrak berjangka WTI dan Brent London telah merosot pada Oktober 2023, dengan penurunan sebesar US$10 per barel. Penurunan tersebut terjadi karena adanya kekhawatiran terhadap perekonomian di seluruh dunia dan tingginya suku bunga yang membuat prospek permintaan menjadi kurang jelas. 

Kekhawatiran tersebut kemudian menutupi kondisi bullish yang membuat harga minyak menguat pada kuartal III/2023, karena keseimbangan fisik mengetat akibat pemangkasan produksi minyak mentah yang dipimpin oleh Arab Saudi berlanjut. 

Para pengamat pasar minyak kemudian akan memantau tanda-tanda dampak yang lebih luas, yang melibatkan AS dan Iran setelah berbulan-bulan hubungan yang telah membaik. 

Iran telah mengekspor lebih banyak minyak dalam beberapa bulan terakhir, yang mungkin berkontribusi pada moderasi harga global. Iran juga melakukan kesepakatan pertukaran tawanan yang jarang terjadi dan membebaskan miliaran dolar dana yang dibekukan dari penjualan minyak sebelumnya.

“Jika Israel menyatakan diri dan secara langsung melibatkan Iran, kami yakin akan sulit bagi pemerintahan Biden untuk terus menerapkan rezim sanksi permisif seperti itu,” jelas analis RBC Capital Markets termasuk Helima Croft dalam catatannya. 

Mereka juga mengantisipasi bahwa para kritikus di Kongres dan tempat lainnya akan berpendapat bahwa Gedung Putih memberikan dana finansial kepada Iran, untuk mensponsori aktor-aktor jahat tersebut. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper