Bisnis.com, JAKARTA — Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dibuka melemah ke level Rp15.248 pada perdagangan hari ini, Senin, (4/9/2023). Pelemahan rupiah seiring dengan mayoritas mata uang kawasan Asia lainnya yang juga lesu pagi ini.
Berdasarkan data Bloomberg dikutip Senin, (4/9/2023) pukul 09.05 WIB, rupiah dibuka melemah 0,04 persen atau 6 poin ke level Rp15.248 per dolar AS, setelah ditutup melemah pada perdagangan pekan lalu. Sementara itu, indeks dolar AS terpantau menguat tipis 0,01 persen ke posisi 104,24 pada pagi ini.
Beberapa mata uang Asia lainnya yang melemah terhadap dolar AS yakni dolar Singapura melemah 0,06 persen, dolar Hongkong melemah 0,02 persen, dolar Taiwan melemah 0,15 persen, dan yuan China melemah 0,07 persen.
Selanjutnya, won Korea terkoreksi 0,07 persen, ringgit Malaysia turun 0,25 persen, dan baht Thailand melemah 0,11 persen. Hanya rupee India dan peso Filipina yang kebal terhadap dolar AS dengan masing-masing menguat 0,08 persen dan 0,01 persen,
Pengamat Pasar Keuangan, Ariston Tjendra memprediksi pelambatan ekonomi Negeri Tirai Bambu berpotensi menekan rupiah pada pekan ini, sebab ekonomi Indonesia berkaitan erat dengan ekonomi China.
"Pekan ini China akan merilis data trade balance [neraca perdagangan] yang bisa menunjukkan pertumbuhan aktivitas ekonominya. Ekspor-impor yang menurun bisa diartikan aktivitas ekonomi China melambat," ujar Ariston kepada Bisnis dikutip Senin, (4/9/2023).
Baca Juga
Berdasarkan data Trading Economics, surplus perdagangan China turun menjadi US$80,6 miliar pada Juli 2023 dari US$102,7 miliar pada periode yang sama tahun sebelumnya, dibandingkan perkiraan pasar sebesar US$70,6 miliar. Hal itu disebabkan ekspor turun lebih dalam dibandingkan impor, di tengah lemahnya permintaan dari dalam dan luar negeri.
Ekspor China anjlok 14,5 persen year-on-year (yoy) pada Juli, menjadi penurunan ekspor paling tajam sejak Februari 2020, atau lebih rendah dari konsensus pasar yang mencatat penurunan 12,5 persen. Sementara itu impor China turun 12,4 persen, dan menjadi penurunan impor paling tajam sejak Januari 2023.
Kendati demikian, Ariston mengatakan, pekan lalu data tenaga kerja AS yang dirilis masih cukup solid dan bisa memicu kenaikan inflasi, sehingga pasar masih membuka ekspektasi soal suku bunga tinggi The Fed masih dipertahankan ke depan. Ekspektasi ini memicu penguatan dolar AS terhadap nilai tukar lainnya.
Sebagaimana diketahui, Bank Sentral AS Federal Reserve atau The Fed diprediksi akan menaikkan suku bunga ke level 5,75 persen pada Federal Open Market Committee (FOMC) Meeting pada September 2023.
"Pelaku pasar akan kembali mengonfirmasi ekspektasi kenaikan suku bunga tersebut dengan data-data ekonomi AS yang akan dirilis seperti data PMI sektor jasa, data klaim tunjangan pengangguran mingguan, data pesanan pabrik dan lainnya," katanya.
Sementara itu dari dalam negeri, menurutnya data ekonomi menunjukkan ekonomi Indonesia yang masih on track, seperti PDB masih tumbuh di atas 5 persen, serta inflasi juga stabil di dalam kisaran target. Sehingga, data tersebut berpotensi bisa menjaga penguatan rupiah.
"Potensi pelemahan rupiah pekan depan ke kisaran Rp15.300-Rp15.330. Sementara potensi penguatan ke arah Rp15.200," pungkas Ariston.