Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Celah Emiten Telekomunikasi Mengail Untung dari Starlink Elon Musk

Emiten telekomunikasi bisa mendapatkan keuntungan dari aturan Kemenkominfo yang mengharuskan Starlink milik Elon Musk berkolaborasi dengan perusahaan lokal.
Sebuah roket SpaceX Falcon 9 yang membawa batch ke-19 dari sekitar 60 satelit Starlink diluncurkan dari pad 40 di Cape Canaveral Space Force Station. Reuters
Sebuah roket SpaceX Falcon 9 yang membawa batch ke-19 dari sekitar 60 satelit Starlink diluncurkan dari pad 40 di Cape Canaveral Space Force Station. Reuters

Bisnis.com, JAKARTA — Kehadiran satelit orbit bumi rendah atau low earth orbit (LEO) SpaceX besutan Elon Musk, Starlink, yang menawarkan internet super cepat berbiaya murah benar-benar membuat ciut nyali pelaku operator seluler Tanah Air. Meski begitu, masih tersedia ruang bagi industri telekomunikasi tanah air untuk mengail cuan bersama Starlink.

Sebagaimana diketahui, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) menyatakan, Starlink milik ELon Musk itu harus bekerja sama dengan operator telekomunikasi di dalam negeri jika ingin memberi layanan ke Indonesia.

Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kemenkominfo Usman Kansong mengatakan, hal itu sesuai dengan peraturan perundang-undangan dimana perusahaan telekomunikasi asing tidak bisa secara langsung menyasar pelanggan di Indonesia, kecuali dengan menggandeng perusahaan lokal.

Dia mencontohkan kerja sama yang terjalin antara penyedia layanan over the top (OTT) di video hiburan HBO dan CNN. Keduanya telah bekerja sama dengan Indovision, Transvision, dan lain sebagainya. Dengan kerja sama tersebut, maka tayangan di HBO dapat diminati oleh pelanggan Indovision dan Tranvision.

Menurut Usman dalam menjalin kerja sama Starlink tentu akan melihat kesepakatan bisnis, jangkauan dan faktor-faktor lain sehingga kerja sama saling memberi keuntungan.

“Bisnis dealnya seperti apa? jangkauannya bagaimana? itu kan faktor-faktor yang membuat operator luar bekerja sama dengan operator dalam negeri,” kata Usman belum lama ini.

Sejauh ini, baru PT Telkom Satelit Indonesia (Telkomsat), anak usaha PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk. (TLKM) yang telah menjalin kerjasama dengan penyedia internet berbasis satelit orbit rendah milik CEO Tesla tersebut.

Telkomsat yang mendapatkan Hak Labuh Satelit Khusus Non Geostationer (NGSO) dari Kemenkominfo, akan menggunaan Starlink untuk keperluan layanan backhaul Telkom Group.

Merujuk pada Permen Kominfo Nomor 21 tahun 2014, Hak Labuh (Landing Right) Satelit adalah hak untuk menggunakan Satelit Asing yang diberikan oleh Menteri kepada Penyelenggara Telekomunikasi atau Lembaga Penyiaran.

Sehingga nanti pada praktiknya, satelit Starlink kemungkinan akan disewa oleh Telkomsat untuk memberikan bentuk layanan jaringan internet tertutup ke pelanggan korporat.

VP Corporate Communication Telkom Andri Herawan Sasoko mengatakan teknologi LEO High Throughput Satellite (HTS) yang diusung oleh SpaceX melalui layanan Starlink adalah suatu keniscayaan dan merupakan hal baru dalam industri satelit.

Sehingga kehadiran Stralink tidak serta merta akan menggerus bisnis emiten telekomunikasi yang hingga kini masih di domisasi oleh satelit Geostationary Earth Orbit (GEO).

“Tentunya pada tahap ini diperlukan adanya penyesuaian baik secara kesiapan infrastruktur di bumi maupun model bisnis, serta dengan tetap menjaga governance terhadap aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh regulator,” kata Andri kepada Bisnis, Selasa (29/8/2023).

Sama seperti TLKM, PT Smartfren Telecom Tbk. (FREN) juga membuka peluang untuk berkolaborasi dengan Starlink. Director Investor Relations & Media Smartfren Gisela Lesmana menuturkan FREN selalu membuka diri untuk peluang kerja sama.

"Smartfren selalu membuka diri untuk peluang kerja sama. Apabila ada potensi yang bagus, mengapa tidak," ujar Gisela, dihubungi Selasa (29/8/2023).

Sementara PT Indosat Ooredoo Hutchison Tbk. (ISAT) belum secara gamblang meyatakan ketertarikannya untuk bersinergi dengan Starlink.

Senior Vice President Corporate Communication Indosat Steve Saerang mengatakan saat ini Indosat sedang fokus memperluas dan meningkatkan pengalaman pelanggan di seluruh Indonesia dengan jaringan terintegrasi. 

"Saat ini kami belum bisa memberikan tanggapan lebih lanjut tentang kemungkinan kerja sama dengan Starlink," kata Steve kepada Bisnis, Selasa (29/8/2023). 

Dia melanjutkan, ISAT akan terus berupaya untuk memajukan industri telekomunikasi dan memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat Indonesia.

Sikap lebih kritis justru ditunjukan oleh CEO XL Axiata (EXCL) Dian Siswarini. Menurutnya, pangsa pasar operator seluler di Indonesia bisa dengan sangat mudah dilibas oleh Starlink jika pemerintah tidak memeberikan proteksi pada operator seluler lokal.

“Kalau Elon Musk muncul, sudah masuk ke sini [Indonesia] dan kita tidak mendapatkan playfield yang sama. Wah, itu mungkin bisa dibabat habis,” ujar Dian dalam sebuah acara diskusi di Jakarta pekan lalu.

Untuk itu, Dian berharap pemerintah dapat membuat regulasi yang lebih berpihak pada operator seluler dalam negeri, sehingga keberlangsungan hidup industri operator seluler dapat tetap terjamin.

Dian melanjutkan, XL dan seluruh anggota Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) tengah mendorong Kemenkominfo sebagai kementerian teknis dan pemangku kepentingan lain untuk mengembangkan regulasi tentang pengaturan Starlink.

Kolaborasi Emiten Telekomunikasi dengan Strarlink Untungkan Pengguna

Ketua Pusat Kajian Kebijakan dan Regulasi Telekomunikasi Institut Teknologi Bandung (ITB) Ian Yosef M. Edward berpendapat, peraturan yang mewajibkan perusahaan asing seperti Starlink berkolaborasi dengan perusahaan dalam negeri dinilai akan menciptakan iklim usaha yang posiitif. Menurutnya, hal ini akan paling banyak berimbas pada pengguna.

“Dan akhirnya pengguna yang akan diuntungkan karena tetap terjaga kualitas layanan dan harga yang terjangkau,” ujar Ian kepada Bisnis, Selasa (29/8/2023).

Ian pun optimistis para perusahaan operator telekomunikasi bakal bekerja sama dengan Starlink, mengingat potensi efisiensi dan efektivitas belaja modal (Capex) dan operasional (Opex) perusahaan yang lahir dari kerja sama tersebut.

Sementara itu, Direktur ICT Institute Heru Sutandi mengatakan bahwa regulasi mengenai kerja sama perusahaan asing dengan perusahaan dalam negeri bukanlah regulasi yang baru.

Menurutnya, perusahaan asing yang memberikan layanan di Indonesia memang harus memiliki lisensi hak labuh dan lisensi Jaringan Tetap Tertutup berbasis VSAT.

“Jika Starlink tidak memiliki lisensi, (mereka) harus menggandeng operator lokal,” ujar Heru.

Menurutnya, peluang kerja sama dengan operator lokal ini masih dapat dilakukan oleh operator mana saja, termasuk operator-operator yang kecil. Namun, tambah Heru, hal ini dapat terjadi jika operator tersebut sudah mengantongi izin dari Kemenkominfo.

“Dan ada deal bisnis yang disepakati,” ujar Heru.

Indonesia Timur jadi Wilayah Pertama Pengoperasian Starlink

Untuk diketahui, Starlink memakai konstelasi satelit low-earth dengan jarak sekitar 550 km, di mana jangkauan ini termasuk kecil dibandingkan satelit lainnya.

Dikarenakan satelit Starlink berada di orbit rendah, waktu perjalanan data dari dan ke pengguna juga jauh lebih rendah daripada layanan internet satelit biasa. Sehingga latensi juga jauh lebih rendah di mana dapat memberikan internet lebih cepat dibanding provider satelit lainnya.

SpaceX sempat mengeklaim bahwa Starlink mampu menawarkan kecepatan internet hingga 350 Mbps di setiap penerbangan. Namun sumber lain menyebut kecepatannya hanya 160 Mbps, bagaimana pun kecepatan tersebut masih 8 kali lebih cepat dari rata-rata kecepatan layanan seluler Indonesia yang menurut laporan Ookla sekitar 21 Mbps (unduh).

Dengan sejumlah kelebihannya itu, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves), Luhut Binsar Pandjaitan begitu antusias menghadirkan Starlink di Indonesia. Sebagai awalan, Pemerintah akan memboyong Starlink ke wilayah timur nusantara.

Menurut Luhut, dengan masuknya Starlink nantinya akan membuat desa-desa yang ada dapat terhubung dengan Internet. Dengan tersambungnya Internet di desa-desa akan mempermudah pihak pemerintah untuk memberikan pelayanan kesehatan dan pendidikan lebih baik.

“Oleh karena itu, kita sepakat juga dengan Elon untuk Starlink masuk ke Indonesia bagian timur,” ujar Luhut dalam akun Instagram-nya, (@Luhut.pandjaitan), Selasa (15/8/2023).

Menurut laporan Asosiasi Penyedia Jasa Internet Indonesia (APJII) penetrasi internet di Indonesia mencapai 77 persen. Artinya, ada 23 persen penduduk Indonesia yang belum mendapat akses internet. Ironinya, 20 persen dari 23 persen yang belum mendapat akses internet berada di Indonesia bagian timur. 

Kehadiran Starlink di Indonesia bagian timur berpeluang untuk menjadi pelengkap dalam menjangkau penduduk yang ingin mendapat akses internet di daerah tersebut. Di lain pihak, kehadriran Starlink dinilai akan menjadi ancaman bagi bisnis eksisting yang telah hadir lebih dahulu.

Sebagaimana diketahui, pemerintah telah menghadirkan sistem komunikasi kabel bawah laut (SKKL) Palapa Ring Timur dan Satelit Satria. Sementara itu, anak usaha PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk. yang bergerak di bidang menara, Mitratel, juga memiliki banyak menara di Indonesia bagian timur.

Walau demikian, Dirjen Perangkat Pos dan Informatika Kemkominfo, Wayan Toni juga memastikan bahwa keberadaan satelit LEO tak mengancam Satelit Multifungsi Satria-1.

Wayan mengatakan, hal ini dikarenakan wilayah geografis Indonesia yang berupa kepulauan, membutuhkan berbagai jenis transmisi komunikasi untuk bisa benar-benar memenuhi kebutuhan sinyal di seluruh Indonesia.

“Belum semuanya dapat dipenuhi suplainya oleh penyelenggara khususnya di area-area yang belum terjangkau layanan atau pun pilihan transmisi telekomunikasi terbatas,” ujar Wayan kepada Bisnis, pada Minggu (13/8/2023).

Menurut Wayan, satelit orbit rendah ini juga tidak akan mengancam keberadaan satelit dari Kemenkominfo, Satria-1 yang baru diluncurkan pada bulan lalu.

Wayan mengatakan Satria-1 difungsikan untuk melayani lembaga pemerintahan dan fasilitas publik. Selain institusi ataupun tempat tersebut, masih banyak wilayah yang membutuhkan layanan internet cepat.

“Sehingga masih terbuka peluang bagi penyelenggara telekomunikasi yang memanfaatkan satelit LEO dalam meyampaikan layanan ke daerah-daerah terpencil di mana pilihan transmisi telekomunikasi masih terbatas,” ujar Wayan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper