Bisnis.com, JAKARTA — Selisih atau spread antara suku bunga Bank Sentral AS Federal Reserve (The Fed) dengan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) diramal akan semakin menipis. Hal itu dapat terjadi jika The Fed kembali mengerek Fed Fund Rate (FFR) 25 bps sedangkan BI tetap mempertahankan suku bunga acuan.
Sebagai gambaran, saat ini FFR ada di level 5,25-5,50 persen, namun The Fed masih akan berpotensi menaikkan suku bunga sekali lagi pada FOMC September 2023 mendatang. Sementara itu, BI diprediksi masih akan menahan suku bunga acuan di level 5,75 persen dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI pada 23-24 Agustus 2023.
Head of Fixed Income Research Mandiri Sekuritas Handy Yunianto mengatakan, meskipun spread suku bunga The Fed dan BI makin menipis, investor asing masih akan tetap berminat terhadap pasar obligasi Indonesia.
Menurutnya, yang paling berpengaruh signifikan terhadap masuk atau keluarnya aliran modal asing adalah ekspektasi currency risk atau risiko nilai tukar. Dia pun mencontohkan beberapa bank sentral dari berbagai negara yang suku bunganya jauh lebih rendah dibanding FFR.
"Apakah kalau spread BI dan Fed sama di level 5,75 persen investor asing akan keluar? Mungkin kita harus lihat bank sentral lainnya, contoh Thailand hanya 2,25 persen, Malaysia 3 persen, China 3,45 persen jadi banyak sekali bank sentral yang memang rate-nya di bawah FFR," ujarnya dalam Media Gathering dan Macroeconomic Outlook, Selasa (22/8/2023).
Lebih lanjut, dia mengatakan, Indonesia perlu menjaga neraca transaksi berjalan (current account) dan juga inflasi di level rendah agar investor asing tetap tertarik terhadap pasar obligasi Indonesia.
Baca Juga
"Kami percaya investor asing masih akan kembali banyak masuk ke Indonesia pada kuartal IV ketika Fed Fund Rate telah mencapai puncaknya pada September 2023. Kami melihat potensi yield SBN akan dapat kembali berada di kisaran 6,1-6,3 persen pada 2023 dengan potensi foreign capital inflows tersebut," kata Handy.
Sebagai informasi, yield obligasi Indonesia 10 tahun berada di level 6,79 persen pada Selasa, (22/8/2023), sedangkan US Treasury yield 10 tahun berada di level 4,31 persen.
Adapun sepanjang semester I/2023 tercatat net buy investor asing di pasar obligasi sebesar Rp84 triliun. Saat ini kepemilikan asing di Surat Berharga Negara (SBN) mencapai 15,6 persen dari total, lebih tinggi dibandingkan posisi terendahnya di sekitar 14 persen.
Sedangkan berdasarkan data transaksi Bank Indonesia periode 14–16 Agustus 2023, nonresiden di pasar keuangan domestik melakukan jual neto Rp6,79 triliun terdiri dari jual neto Rp3,65 triliun di pasar SBN dan jual neto Rp3,14 triliun di pasar saham.
Sepanjang tahun 2023, berdasarkan data setelmen hingga 16 Agustus 2023, nonresiden beli neto Rp94,95 triliun di pasar SBN dan beli neto Rp4,82 triliun di pasar saham.