Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

BUMN Karya Gagal Bayar Surat Utang, Apa Dampaknya ke Pasar Obligasi?

Ekonom mengungkap dampak BUMN Karya yang gagal bayar surat utang kepada pasar obligasi dalam negeri.
Warga melintas di dekat logo PT Waskita Karya (Persero) Tbk. (WSKT) di Jakarta, Senin (4/7/2022). Bisnis/Suselo Jati
Warga melintas di dekat logo PT Waskita Karya (Persero) Tbk. (WSKT) di Jakarta, Senin (4/7/2022). Bisnis/Suselo Jati

Bisnis.com, JAKARTA — Kendala pembayaran obligasi jatuh tempo yang dihadapi BUMN Karya menjadi sentimen yang kurang baik bagi penerbitan surat utang korporasi. Namun, imbal hasil obligasi yang melandai tetap menjadi momentum bagi penerbitan obligasi korporasi.

Sebagaimana diketahui, PT Waskita Karya (Persero) Tbk. (WSKT) tidak melakukan pembayaran atas bunga dan pokok obligasi Berkelanjutan IV yang jatuh tempo pada 6 Agustus.

Waskita juga tidak melakukan pembayaran bunga ke-11 PUB IV tahap I Tahun 2020 dan telah dinyatakan lalai oleh Wali Amanat pada tanggal 30 Mei 2023. Sebagai informasi, Utang pokok Obligasi Berkelanjutan IV Waskita Karya Tahap I Tahun 2020 bernominal Rp135,5 miliar jatuh tempo 6 Agustus 2023. Utang ini memiliki bunga 10,75 persen per tahun, artinya bunga yang harus dibayar mencapai Rp14,56 miliar.

Terpisah, PT Waskita Beton Precast Tbk. (WSBP) menyampaikan telah melakukan rapat umum pemegang obligasi (RUPO) untuk empat seri obligasi.

Vice President Corporate Secretary WSBP Fandy Dewanto mengatakan RUPO tersebut dilakukan untuk Obligasi Waskita Beton Precast I tahun 2022, Obligasi Waskita Beton Precast II tahun 2022, Obligasi Berkelanjutan I Waskita Beton Precast Tahap I Tahun 2019, dan Obligasi Berkelanjutan I Waskita Beton Precast Tahap II tahun 2019.

Menurut Fandy, agenda RUPO yang dibahas adalah permohonan waiver atas financial covenant.

“Gagal bayarnya beberapa perusahaan konstruksi memang menjadi sentimen yang kurang baik terhadap ekspektasi kepada obligasi korporasi, sehingga terdapat potensi penurunan demand dari penerbitan,” kata Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede, Selasa (8/8/2023).

Dia mengatakan para perusahaan penerbit obligasi perlu melakukan penyesuaian penetapan kupon, dengan harapan obligasi yang ditawarkan cenderung lebih menarik.

Di sisi lain, para investor dipandangnya perlu lebih melihat sektor-sektor mana yang mampu tumbuh serta mempunyai model bisnis yang resilient di tengah kondisi suku bunga tinggi.

Hal ini tak lepas dari imbal hasil obligasi yang cenderung turun sehingga menjadi momentum bagi perusahaan untuk mendapatkan pembiayaan alternatif yang relatif murah.

“Apalagi, kami perkirakan yield dari obligasi akan cenderung bergerak di kisaran 6,10 persen sampai 6,25 persen di akhir 2023 ini, seiring dengan proyeksi penurunan jumlah net issuance diikuti oleh potensi masuknya kembali investor asing ke pasar domestik,” paparnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper