Bisnis.com, JAKARTA - Emiten batu bara milik konglomerat Hary Tanoesoedibjo PT MNC Energy Investments Tbk. (IATA) mencatatkan pertumbuhan pendapatan yang mencapai US$100,5 juta atau setara Rp1,5 triliun (kurs Jisdor Rp15.092 per dolar AS) pada semester I/2023. Namun, IATA mencatatkan pelemahan laba bersih 15,4 persen secara tahunan.
Manajemen IATA melaporkan pada Selasa (1/8/2023), pendapatan IATA tumbuh 20,2 persen secara tahunan atau year-on-year (yoy) dari USU83,6 juta pada semester I/2022.
Di sisi lain, beban langsung IATA menyentuh US$41,1 juta pada semester I/2023, dipicu oleh biaya pengapalan yang melonjak sebesar 15,6 persen, yoy serta harga bahan bakar solar yang naik hingga 24,9 persen bila dibandingkan per akhir Juni 2022 dan 2023.
Peningkatan beban ini seiring dengan peningkatan produksi batu bara IATA. Ditambah lagi, biaya royalti kepada pemerintah melambung dari 3 persen menjadi 8 persen pada akhir semester pertama tahun ini.
Hal tersebut berdampak pada penyusutan laba bersih IATA sebesar 15,4 persen yoy menjadi US$22,3 juta atau setara Rp336,5 miliar, dari US$26,3 juta. IATA mencatatkan EBITDA sebesar US$28,6 juta pada semester I/2023, setara dengan marjin EBITDA 28,4 persen.
Manajemen juga melaporkan total aset IATA mengalami pertumbuhan 20,9 persen menjadi US$218,0 juta pada semester I/2023, dibanding US$180,3 juta pada akhir tahun 2022. Total liabilitas dan ekuitas IATA juga tercatat naik masing-masing sebesar 11,3 persen dan 34,3 persen dari tahun penuh 2022, menjadi US$116,8 juta dan US$101,2 juta pada semester I/2023.
Baca Juga
Sepanjang semester I/2023, IATA telah memproduksi 2,1 juta MT batu bara, meningkat 14,2 persen yoy atau bertambah 264.400 MT dibandingkan produksi pada semester I/2022. Sementara itu dari sisi penjualan, IATA berhasil memasarkan 2,3 juta MT batu bara pada semester I/2023, lebih tinggi 29,2 persen dari pencapaian periode yang sama tahun sebelumnya.
IATA akan memulai produksi dari IUP yang dimiliki oleh PT Arthaco Prima Energy (APE) pada kuartal IV/2023. Sejumlah persiapan sedang dilakukan oleh IATA untuk memulai pengoperasian tambang APE, seperti penandatanganan perjanjian kerja sama dengan pemilik Hak Guna Usaha di tambang APE, pembebasan lahan, serta pembuatan jalan hauling dan pelabuhan.
IATA juga mempercepat pembangunan Barge Loading Conveyor di jetty IUP milik PT Putra Muba Coal yang ditargetkan selesai pada Agustus 2023. Investasi IATA dalam bentuk conveyor dengan kapasitas 1.000 MT per jam ini akan semakin meningkatkan efisiensi waktu loading ke tongkang.
Sebagai informasi, IATA mengelola 8 IUP-Operasi Produksi di Musi Banyuasin, Sumatera Selatan dan secara agresif meningkatkan hasil produksi untuk menjawab permintaan batu bara yang tinggi.
Berdasarkan laporan Komite Cadangan Mineral Indonesia (KCMI), saat ini IATA memiliki cadangan batu bara sebanyak 386,6 juta MT. Total tersebut diperoleh dari hanya sekitar 20 persen luas area penambangan IATA sebesar 72.478 Ha. Di samping itu, kegiatan eksplorasi masih giat dilakukan secara bertahap pada sisa area penambangan seluas 57.793 Ha.
IATA meyakini cadangan batu bara akan terus bertambah seiring dengan proses eksplorasi yang menunjukkan tambahan cadangan terbukti, setidaknya sebanyak 600 juta MT untuk semua IUP.
"Selain fokus meningkatkan produksi batu bara, IATA aktif menambah kontrak penjualan, mencari peluang akuisisi tambang baru, memperhitungkan prospek energi terbarukan, serta memastikan efisiensi dalam setiap aktivitas bisnis untuk pertumbuhan kinerja yang berkesinambungan," kata manajemen.