Bisnis.com, JAKARTA - Bank Indonesia (BI) kembali menggaungkan wacana untuk redenominasi rupiah, dengan menghilangkan tiga angka nol dari Rp1.000 menjadi Rp1. Namun, ada sejumlah pertimbangan yang harus diperhatikan sebelum melaksanakan langkah tersebut.
Kepala Ekonom Bank Central Asia atau BCA David Sumual mengatakan sebetulnya Indonesia siap untuk melaksanakan rencana yang sudah dibuat sejak 2010 silam itu. Hal ini melihat inflasi Indonesia yang sudah kembali pada tren penurunan setelah sempat melonjak akhir tahun lalu.
Namun, David menilai untuk merealisasikan rencana tersebut, perlu ada beberapa pertimbangan seperti persiapan sinkronisasi dengan rencana blue print sistem pembayaran BI terutama rupiah digital.
Selain itu, proses redenominasi rupiah perlu dilakukan secara bertahap dan perlu melakukan sosialisasi kepada publik dengan baik.
"Redenominasi juga harus memperhatikan kendali harga barang saat dilakukan. Pasalnya, salah satu risikonya adalah kemungkinan lonjakan harga yang dilakukan karena adanya oknum yang melakukan manipulasi psikologis," ujarnya kepad Bisnis, Senin (26/6/2023).
Senada, sebelumnya Ekonom Mirae Asset Sekuritas Rully Wisnubroto juga menilai bahwa redenominasi rupiah adalah langkah yang baik melihat inflasi Indonesia yang sudah stabil.
Baca Juga
"Namun harus dipastikan juga rupiahnya stabil," ujarnya.
Mengingat saat ini kondisi pasar masih tinggi akan ketidakpastian, terutama dari The Fed yang masih memberikan sinyal akan menaikkan suku bunga, Rully menilai redenominasi rupiah masih harus menunggu sampai 2024 mendatang.
"Harapannya tahun depan inflasi akan lebih rendah, rupiah juga mengalami apresiasi, dan kondisi politik pasca-pilpres juga kondusif," imbuhnya.