Bisnis.com, JAKARTA — Emiten perkebunan sawit koleksi investor kawakan Lo Kheng Hong PT Austindo Nusantara Jaya Tbk. (ANJT) mengalokasikan belanja modal atau capex sebesar US$40 juta atau sekitar Rp595 miliar sepanjang 2023 (kurs Jisdor 7 Juni 2023 Rp14.875 per dolar AS). Belanja modal bakal difokuskan pada sejumlah upaya untuk menjaga pendapatan dan profitabilitas.
Direktur Keuangan Austindo Nusantara Jaya Nopri Pitoy menjelaskan sekitar US$10 juta dialokasikan untuk kegiatan peremajaan (replanting) area sawit yang tidak lagi produktif. Selama Januari—Maret 2023, total area yang telah diremajakan mencapai 340 hektare (ha) dari target 1.700 ha.
Adapun sisa dari capex disiapkan untuk sejumlah kebutuhan rutin pada operasional perkebunan ANJT yang berlokasi di 5 wilayah. Nopri menambahkan ada pula belanja modal untuk aktivitas strategis.
“Kami juga memiliki capex strategis seperti untuk pembangunan pabrik kompos di Kalimantan Barat, jetty untuk mendukung aktivitas distribusi dan persiapan untuk mitigasi kebakaran lahan dengan pembangunan Waduk dan kanal di Kalimantan Barat yang merupakan wilayah rawan,” kata Nopri dalam paparan publik, Rabu (7/6/2023).
Per 31 Maret 2023, total area tertanam ANJT mencapai 49.348 ha dengan usia rata-rata tanaman di 12,9 tahun. Tingkat yield minyak sawit mentah ANJT pada kuartal I/2023 bertengger di 1,3 ton per ha, lebih tinggi daripada yield perkebunan milik Grup Salim yakni PT PP London Sumatra Indonesia Tbk. (LSIP) dan PT Salim Ivomas Pratama Tbk. (SIMP) yang masing-masing sebesar 0,7 ton per ha.
Adapun penyerapan capex per kuartal I/2023 disebut Nopri telah sesuai target, yakni di kisaran 25—30 persen.
Baca Juga
Austindo Nusantara menargetkan produksi tandan buah segar (TBS) pada 2023 dapat tumbuh 7,6 persen dari 840.581 ton menjadi 904.333 ton. Sementara itu, produksi CPO diestimasi bisa tumbuh 5,4 persen menjadi 290.685 ton dibandingkan dengan 2022 sebesar 275.769 ton dan realisasi per kuartal I/2023 berjumlah 60.051 ton.
Direktur Utama Austindo Nusantara Jaya Lucas Kurniawan pada kesempatan yang sama tidak mengungkapkan target pendapatan maupun laba bersih pada 2023 karena bisnis komoditas sangat dipengaruhi oleh perkembangan pasokan dan permintaan. Namun, dia optimistis CPO akan tetap dibanderol di harga yang cukup tinggi pada masa mendatang.
Dia mengemukakan harga CPO cenderung turun pada awal 2023. Data Bank Dunia pada April 2023 memproyeksikan harga rata-rata CPO di level US$930 per ton atau 23,2 persen lebih rendah daripada 2022 yang bertengger di US$1.276 per ton. Meski demikian, terdapat potensi kenaikan harga pada 2024 menjadi US$1.020 per ton.
“Secara jangka panjang kami ANJ masih percaya harga CPO akan tetap bullish dan tetap terdukung karena gangguan pasokan dan krisis energi karena OPEC menyatakan akan memangkas produksi untuk mendukung harga minyak bumi,” kata Lucas.
Harga minyak mentah sendiri memiliki korelasi dengan CPO karena posisi komoditas ini sebagai salah satu bahan baku biodiesel. Di sisi lain, risiko gangguan pasokan dipicu oleh penanaman yang rendah dalam beberapa tahun terakhir karena kebijakan moratorium di Indonesia.
“Kebijakan pemerintah Indonesia untuk menaikkan bauran biodiesel dari B30 menjadi B35, serta wacana menjadi B40 turut mempengaruhi pasokan. El Nino juga memicu penurunan produksi sehingga memicu kenaikan harga,” tambahnya.
ANJT mencatatkan rugi periode berjalan sebesar US$3,91 juta atau setara Rp59,65 miliar per kuartal I/2023. Torehan ini kontras dibandingkan dengan kinerja tiga bulan pertama 2022 yang positif US$11,16 juta atau sekitar Rp160,10 miliar.
Rugi bersih sejalan dengan pendapatan yang lebih rendah dibandingkan kuartal I/2022. Selama kurun Januari—Maret 2023, ANJT mengakumulasi pemasukan sebesar US$50,9 juta atau sekitar Rp775,46 miliar.
Capaian itu turun 32,7 persen dibandingkan dengan kuartal I/2022 yang menembus US$75,54 juta yang setara dengan Rp1,08 triliun. Manajemen menyebutkan penurunan disebabkan oleh efek produksi rendah pada awal 2023 dan masa puncak produksi diperkirakan akan berlangsung pada paruh kedua tahun ini.