Bisnis.com, JAKARTA – Nilai tukar rupiah dibuka menguat ke posisi Rp14.722 pada perdagangan hari ini, Kamis (11/5/2023) sementara itu indeks dolar AS terpantau melemah 0,04 persen ke posisi 101,240.
Berdasarkan data Bloomberg, rupiah dibuka menguat 0,06 persen atau naik 9,5 poin ke posisi Rp14.722 di hadapan dolar AS. Sementara itu, sejumlah mata uang Asia juga bergerak bervariasi.
Mata uang yang ikut menguat bersama rupiah adalah yen Jepang menguat 0,16 persen, dolar Hong Kong menguat 0,02 persen, won Korea menguat 0,36 persen, peso Filipina menguat 0,11 persen, rupee India menguat 0,06 persen, ringgit Malaysia menguat 0,05 persen dan bath Thailand menguat 0,13 persen.
Sementara itu mata uang yang melemah adalah yuan China sebesar 0,13 persen, dolar Taiwan 0,02 persen dan dolar Singapura 0,05 persen.
Mengutip Reuters, Kamis (11/10/2023), dolar merosot untuk hari kedua terhadap yen pada pagi ini, merasakan tekanan dari imbal hasil Treasury AS yang lebih rendah setelah melambatnya inflasi membuat para pedagang lebih yakin bahwa Federal Reserve akan menaikkan suku bunga.
Imbal hasil obligasi tenor 10 tahun, yang cenderung dilacak oleh pasangan dolar-yen, tergelincir ke 3,4252 persen di perdagangan tokyo, memperpanjang penurunan 8 basis poin dari semalam, setelah IHK utama dicetak di bawah 5 persen untuk pertama kalinya dalam dua tahun.
Baca Juga
Sebelumnya direktur Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi memproyeksikan rupiah dibuka berfluktuatif pada perdagangan hari ini. Namun, ditutup menguat pada rentang Rp14.700- Rp14.770 per dolar AS.
Pergerakan mata uang marjinal di tengah kehati-hatian jelang data inflasi AS. Biden dan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat AS Kevin McCarthy terpecah dalam peningkatan batas utang US$31,4 triliun. Namun, kedua pihak sepakat untuk melakukan pembicaraan lebih lanjut.
“Greenback turun sedikit di perdagangan Asia, sambil mempertahankan sebagian besar kenaikannya dari sesi sebelumnya karena kegugupan atas data inflasi AS hari Rabu membuat mata uang safe-haven tetap menguat,” ujar Ibrahim dalam riset, dikutip Kamis (11/5/2023).
Lebih lanjut, dia mengatakan para ekonom dari survei Reuters memperkirakan harga konsumen inti di AS naik 5,5 persen secara year-on-year (YoY) pada April 2023. Adanya peningkatan pada data tersebut terjadi setelah The Fed membuka peluang adanya jeda dalam menaikkan suku bunga. Pasar uang juga memperkirakan peluang sekitar 80 persen kemungkinan the Fed akan mempertahankan suku bunga pada pertemuan Juni 2023. Penurunan suku bunga juga diperkirakan mulai pada Juli 2023 sampai akhir 2023.
“Meningkatnya ekspektasi bahwa Fed akan mulai memangkas suku bunga akhir tahun ini telah didorong oleh tekanan baru-baru ini di sektor perbankan setelah jatuhnya Silicon Valley Bank pada bulan Maret,” katanya.
Dari dalam negeri, dia menyebut pasar merespon positif pertumbuhan ekonomi Indonesia (PDB) yang diprediksi tumbuh 5,07 persen secara YoY pada semester I/2023. Angka tersebut diperkirakan lebih tinggi dari kenaikan 5,03 persen pada kuartal I/2023. Pelemahan ekonomi global disebut telah menekan kinerja beberapa industri orientasi ekspor seperti garmen, kayu lapis, dan furnitur.
Masing-masing industri tersebut mengalami kontraksi -22,7 persen, -37,5 persen, dan -37,1 persen secara YoY pada Maret 2023. Menurut Ibrahim tantangan ekonomi Indonesia tahun ini adalah potensi penerimaan dari sektor komoditas yang berpotensi menurun. Namun, dia menyebut koreksi harga komoditas merupakan proses normalisasi setelah adanya lonjakan selama 2021 sampai 2022.
“Walaupun harga-harga terkoreksi namun akan masih lebih tinggi dibandingkan harga sebelum pandemi Covid-19 dan masih menguntungkan,” katanya.