Bisnis.com, JAKARTA – Prospek industri nikel diprediksi semakin cerah melihat pasar kendaraan listrik terus berkembang. Hal ini membuat harga komoditas ikut naik, dan mempengaruhi kinerja saham-saham emiten di industri nikel.
Pengamat Pasar Modal Rivan Kurniawan menilai emiten nikel bisa menjadi saingan emiten batu-bara di masa mendatang mengingat batu bara bakal terkena moratorium dan pelan-pelan akan ditinggalkan. Sementara, pemanfaatan nikel ke depan berpeluang semakin besar untuk kendaraan listrik (EV).
“Meskipun kita juga tidak bisa berharap harga nikel ini akan konsisten naik dan itu kemungkinan juga akan mempengaruhi harga sahamnya," ujar Rivan dalam riset, dikutip Rabu (22/2/2023).
Adapun, tiga emiten dinilai menarik untuk dicermati kinerjanya ke depan. Pertama PT Vale Indoneia Tbk. (INCO), dilihat dari prospek dan kinerja fundamentalnya dan karena INCO tengah membangun tiga smelter, yakni di Bahadopi, Pomalaa, kemudian di Sorowako.
“Smelter yang dibangun INCO dapat mendongkrak kinerja INCO di masa yang akan datang. Smelter yang menghasilkan nikel sulfat tersebut yang nantinya menjadi bahan baku EV yang juga menjadi keunggulan INCO. Saya melihat investasi tiga smelter INCO menjadikannya lebih siap dibandingkan dengan emiten-emiten lainnya dalam menyambut kedatangan electric vehicle di Indonesia," jelasnya.
Namun demikian, Rivan menilai jika dinilai dari segi valuasi, INCO tergolong cukup premium karena price earning (PE) di 21 kali dan price to book value (PBV) 2 kali. Saham INCO sendiri pada akhir perdagangan Rabu (22/2/2023) terpantau naik 0,37 persen ke 6.800.
Baca Juga
Secara year to date, harga saham INCO masih mencatat penurunan 4,23 persen. Namun, dalam setahun harganya tumbuh hingga 44,68 persen.
Kedua, PT Merdeka Copper Gold Tbk. (MDKA) yang menarik karena Manajemen MDKA menyebutkan dalam beberapa tahun ke depan akan meningkatkan porsi pendapatan dari sektor nikelnya sehingga akan memberi kontribusi lebih bagi kinerja keuangannya.
“Namun, dari segi valuasi, sama seperti INCO, MDKA termasuk yang lumayan mahal karena PE-nya 80 kali dan TBV-nya sekitar 7 kali. Kalau ditanya apakah menarik atau tidak, jelas menarik, hanya timing untuk masuknya perlu diperhatikan. Apalagi profil risiko masing-masing investor berbeda ya," imbuh Rivan.
Saham MDKA pada akhir perdagangan Rabu (22/2/2023) turun 3,35 persen atau 160 poin ke 4.610. Sepanjang 2023 berjalan, harga sahamnya naik 11,89 persen dan dalam setahun tumbuh 28,41 persen.
Ketiga, saham PT Aneka Tambang Tbk. (ANTM) atau Antam, yang menarik walaupun Rivan menilai dari segi valuasi tidak bisa dikatakan murah dengan PE 15 kali dan PVB 2,4 kali.
Saham ANTM juga terpantau turun 1,44 persen atau 30 poin ke 2.050 pada akhir perdagangan Rabu (22/2/2023). Sepanjang 2023 berjalan, harga sahamnya berhasil naik 3,27 persen, dan dalam setahun tumbuh 11,41 persen.