Bisnis.com, JAKARTA – Mata uang rupiah tergelincir pada pembukaan perdagangan awal pekan, Senin (13/2/2023) ke posisi Rp15.198 per dolar AS, sementara itu indeks dolar terpantau menguat 0,11 persen ke posisi US$103,58 dipicu kekhawatiran naiknya inflasi Amerika Serikat.
Berdasarkan data Bloomberg, rupiah dibuka melemah 0,42 persen atau 64 poin ke posisi Rp15.198 dihadapan dolar AS. Beberapa mata uang Asia Pasifik juga terpantau bergerak bervariasi.
Dolar Singapura terpantau melemah 0,09 persen, Dolar Taiwan melemah sebesar 0,43 persen, Won Korea melemah 0,78 persen, Peso Philipinan melemah 0,38 persen. Kemudian Yuan China melemah 0,17 persen, Ringgit Malaysia melemah 0,50 persen dan Bath Thailand melemah 0,10 persen.
Hanya Rupee India yang terpantau menguat tipis sebesar 0,01 persen di hadapan dolar AS.
Sebelumnya, Analis Sinarmas Futures Ariston Tjendra memproyeksikan rupiah akan bergerak melemah ke arah Rp15.150 dengan potensi support berada di kisaran Rp15.080 per dolar AS pada awal pekan.
Ariston Tjendra menjelaskan kekhawatiran pasar terhadap kenaikan suku bunga acuan oleh bank sentral AS atau Federal Reserve masih terlihat di pasar keuangan. Adapun dolar AS masih menunjukkan penguatan terhadap nilai tukar mata uang utama lainnya.
Baca Juga
“Namun, di sisi lain perekonomian global mulai menunjukan perbaikan seperti yang ditunjukan oleh riset lembaga keuangan. Pertumbuhan ekonomi yang bagus juga ditunjukkan Indonesia,” ujar Ariston kepada Bisnis, dikutip Senin (12/1/2023).
Sementara itu, Direktur Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan dala riset harian investor mencerna komentar dari sejumlah pejabat Federal Reserve, sementara data inflasi konsumen yang penting akan muncul minggu depan.
Investor akan mengamati dengan cermat data inflasi harga konsumen pada hari Selasa untuk petunjuk tambahan tentang prospek kebijakan. Penetapan harga pasar mengantisipasi tingkat dana Fed yang memuncak tepat di atas 5,1 persen pada bulan Juli kemudian turun pada akhir tahun menjadi 4,8 persen.
“Komentar Williams mengikuti sikap Ketua Jerome Powell dengan prospek suku bunganya pada hari Selasa, ketika dia menegaskan kembali bahwa proses "disinflasi" sedang berlangsung,” jelas Ibrahim dalam riset harian, dikutip Senin (13/2/2023).