Bisnis.com, JAKARTA — Emiten importir dan distributor buah PT Segar Kumala Indonesia Tbk. (BUAH) optimistis target kenaikan pendapatan sebesar 40 persen pada 2022 dapat terealisasi seiring dengan ekspansi rantai pasok dingin di Sulawesi.
BUAH meresmikan cabang dan gudang pendingin di Kota Palu, Sulawesi Tenggara setelah pembukaan cabang di Kota Kendari, Sulawesi Tenggara pada September 2022. Ekspansi di dua kota tersebut merupakan realisasi penggunaan dana dari hasil aksi korporasi BUAH yang melantai di Bursa Efek Indonesia pada Agustus 2022.
Direktur Segar Kumala Indonesia Vianita Januarini mengatakan ekspansi tetap dilakukan meskipun memasuki fase tutup tahun untuk memastikan pasokan buah dan sayur ke wilayah Sulawesi berjalan lancar. Dia meyakini akan mencapai target pendapatan yang sudah dicanangkan tahun ini yakni naik kisaran 40 persen.
“Kami bersyukur rencana pembukaan kantor cabang dan cold storage di wilayah Timur Indonesia masih dapat kami realisasikan di pengujung tahun ini. Kami optimistis dengan dibukanya cabang Palu maka kebutuhan produk segar buah dan sayuran masyarakat Indonesia Timur dapat dijangkau dan dipenuhi dengan baik,” katanya dalam peresmian kantor cabang dan cold storage di Kota Palu, Sulawesi Tenggara, Selasa (20/12/2022), dikutip dari siaran pers.
Vianita menyebutkan dengan bertambahnya kantor cabang dan cold storage di Indonesia Timur ini, Segar Kumala memperoleh tambahan kapasitas penyimpanan sekitar 250–300 ton. Tambahan kapasitas ini, lanjutnya, menjadi modal BUAH untuk melanjutkan tren pertumbuhan kinerja pada 2023.
Setelah dibukanya cabang baru di Palu, maka BUAH telah memiliki 12 kantor cabang dan cold storage di berbagai wilayah di Indonesia.
Baca Juga
Hingga kuartal III/2022, BUAH telah membukukan pendapatan Rp943,66 miliar atau tumbuh 35,68 persen secara tahunan (yoy) dibandingkan dengan Rp695,50 miliar per September 2021.
Adapun laba bersih BUAH turun 21,24 persen menjadi Rp20,46 miliar, dibandingkan dengan Rp25,98 miliar per kuartal III/2021.
Vianita menjelaskan penurunan laba disebabkan peningkatan beban pokok penjualan yang tidak di imbangi dengan kenaikan harga jual. Di sisi lain, beban pokok penjualan naik 38,94 persen menjadi Rp858,32 miliar.
Kenaikan beban juga dipicu oleh peningkatan biaya pembelian karena kenaikan kurs dolar, biaya pengiriman yang meningkat, dan pembatasan mobilitas yang diterapkan di negara asal, terutama China.