Bisnis.com, JAKARTA – Perusahaan kosmetik yang bangkrut Revlon Inc. kemungkinan akan mengejar restrukturisasi utang yang menyerahkan seluruh kepemilikan saham perusahaan kepada para kreditur pemberi pinjaman.
Mengutip Bloomberg, Selasa (20/12/2022), Revlon memasuki perjanjian dukungan restrukturisasi dengan kreditur pemberi pinjaman kritis dan komite resmi kreditur tanpa jaminan pada Senin (19/12/2022) waktu setempat.
Kesepakatan itu menegaskan upaya untuk membagi saham kepemilikan di Revlon kepada pemberi pinjaman yang terjamin, sementara sebagian besar kreditor peringkat terendah perusahaan ditiadakan dan meninggalkan pemegang saham yang ada tanpa apa-apa.
Perjanjian tersebut mengasumsikan Revlon akan meminta persetujuan pengadilan kebangkrutan atas rencana untuk menyerahkan kepemilikan saham kepada pemberi pinjaman dalam beberapa bulan mendatang, tetapi memungkinkan perusahaan untuk menjual dirinya sendiri jika ditemukan calon pembeli yang berkantong tebal.
Berdasarkan dokumen kesepakatan itu, Revlon harus menyerahkan rencana tersebut kepada hakim kebangkrutannya minggu ini dan keluar dari perlindungan kebangkrutan chapter 11 pada April 2023.
Seperti diketahui, Revlon mengajukan kebangkrutan pada Juni 2022 setelah beban utang yang mencapai lebih dari US$3,5 miliar terbukti terlalu memberatkan.
Baca Juga
Perusahaan, yang dimiliki oleh MacAndrews & Forbes milik miliarder Ron Perelman, telah berjuang dalam beberapa tahun terakhir untuk bersaing dengan merek-merek kosmetik baru.
Adapun perjanjian kreditur terbaru ini datang pada hari yang sama ketika pertempuran jangka panjang antara Citigroup Inc. dan beberapa pemberi pinjaman Revlon atas pembayaran utang US$900 juta yang secara tidak disengaja ditransfer akhirnya berakhir.
Gugatan terkait kasus itu secara resmi dibatalkan pada Senin setelah pemberi pinjaman setuju untuk mengembalikan bagian mereka dari pembayaran yang salah.
Saham Revlon sempat melonjak hampir 300 persen pada Senin hingga menembus US$1,37, sebelum dengan cepat jatuh kembali di bawah US$1. Saham tersebut, kadang-kadang, populer di kalangan investor ritel meskipun mengalami kebangkrutan.