Bisnis.com, JAKARTA – Permintaan batu bara diperkirakan masih akan tinggi dalam jangka pendek meskipun ada ancaman “suntik mati” Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) beberapa tahun mendatang. Samuel Sekuritas memberikan rating Netral untuk saham emiten batu bara.
Analis Samuel Sekuritas Indonesia Jonathan Guyadi menaikkan proyeksi untuk harga batu bara di 2023 menjadi US$220 per ton dari sebelumnya US$180 per ton, melihat potensi tensi geopolitik dan La Nina yang kemungkinan akan bertahan hingga semester pertama 2023 yang akan berdampak pada produksi batu bara global.
“Dari segi demand, kami meyakini permintaan batu bara dari China masih akan tinggi dalam jangka pendek akibat menurunnya stok dan permintaan yang tinggi, terutama dari pembangkit listrik,” ungkapnya dalam riset, Rabu (23/11/2022).
Namun, dalam jangka menengah, meskipun terlihat ada potensi kenaikan permintaan pascapelonggaran kebijakan pembatasan Covid-19, rencana pemerintah Cina untuk menaikkan produksi batu bara dalam negeri berpotensi men-offset sebagian kenaikan permintaan batu bara China.
China berencana menambah kapasitas produksi batu bara dengan total tambahan kapasitas produksi mencapai 559 juta ton, sekitar 29 persen dari total rencana penambahan kapasitas tambang batu bara baru di seluruh dunia.
Selain itu, total produksi batu bara nasional China di pada sembilan bulan 2022 tercatat sebesar 3,3 miliar ton, melebihi angka rata-rata pra pandemi sebanyak 2,6 miliar ton. Di samping China, peningkatan produksi batu bara nasional juga dilakukan oleh India, di mana pemerintah India menargetkan bahwa mulai tahun 2024 dan 2025, kebutuhan batu bara India akan dipenuhi dengan hasil produksi dalam negeri.
Baca Juga
“Secara keseluruhan, kami mempertahankan rating NETRAL untuk sektor batu bara dan mempertahankan ADRO sebagai top pick kami,” ungkap Jonathan.
Samuel Sekuritas Indonesia memberikan rekomendasi BUY untuk saham ADRO dan target harga di Rp4.500 per saham, menyiratkan PE 2023 sebesar 6,2 kali, turun dari target harga sebelumnya di Rp4.900 per saham.
“Salah satu alasan kami memilih ADRO adalah inisiatif diversifikasi bisnis yang dilakukan perseroan, yang akan memberikan fleksibilitas pendanaan bagi perseroan dalam jangka panjang. Adapun, risiko yang dihadapi di antaranya cuaca ekstrem berkepanjangan, perlambatan ekonomi, dan kelebihan pasokan,” kata Jonathan.