Bisnis.com, JAKARTA — Emiten rokok PT HM Sampoerna Tbk. (HMSP) membukukan kenaikan nilai penjualan hingga September 2022 dan melampaui kinerja sebelum pandemi. Meski demikian, laba bersih HMSP masih lebih rendah daripada performa per kuartal III/2019.
Penjualan HM Sampoerna mencapai Rp83,4 triliun hingga akhir kuartal III/2022, tumbuh 15 persen dibandingkan dengan capaian per September 2021 sebesar Rp72,5 triliun. Realisasi penjualan Januari-September 2022 juga lebih tinggi daripada periode yang sama pada 2019 alias sebelum pandemi sebesar Rp77,5 triliun.
Presiden Direktur Vassilis Gkatzelis mengemukakan penjualan per September 2022 menembus 65,6 miliar batang. Volume itu 4,8 miliar lebih tinggi atau tumbuh 7,9 persen dibandingkan dengan penjualan selama Januari-September 2021.
Pertumbuhan ini, lanjut Vassilis, tidak lepas dari kenaikan penjualan di semua merek dalam portofolio HMSP. Penjualan merek Sampoerna A tumbuh 6,6 persen secara tahunan, Dji Sam Soe tumbuh 10,7 persen yoy, dan Marlboro tumbuh 10,5 persen.
Namun, laba bersih HMSP selama periode ini tercatat turun 11,75 persen menjadi sebesar Rp4,9 triliun. Hingga akhir September tahun lalu, HMSP masih mengantongi laba sebesar Rp5,5 triliun. Angka tersebut juga jauh dari profitabilitas pada periode yang sama di 2019 yang menembus Rp10,20 triliun.
“Profitabilitas Sampoerna telah menunjukkan indikasi kestabilan dan mengalami pemulihan secara bertahap, meskipun secara keseluruhan masih di bawah masa sebelum pandemi. Secara tahunan laba bersih turun 11,7 persen karena kami tidak dapat meneruskan sepenuhnya beban cukai yang meningkat kepada konsumen,” kata Vassilis dalam paparan publik, Selasa (1/11/2022).
Baca Juga
Kenaikan cukai dia sebut telah menghadirkan dinamika yang menantang bagi HMSP. Dia mencatat selisih tarif cukai antargolongan makin lebar, terutama cukai segmen sigaret kretek mesin (SKM) golongan IIA yang selisihnya sekitar 40 persen dengan golongan I.
“Faktor tersebut ditambah dengan melemahnya daya beli perokok dewasa sebagai dampak dari pandemi telah menyebabkan percepatan tren downtrading. Perokok dewasa beralih ke produk dengan cukai dan harga yang lebih rendah,” kata Vassilis.
Pangsa pasar dan volume penjualan produk di golongan I dia sebut mengalami penurunan signifikan sejak 2019. Hal ini berbanding terbalik dengan meningkatnya pangsa pasar untuk Golongan II dan III yang terus meningkat, dari 20 persen pada 2019 menjadi 36 persen pada kuartal III/2022.
Mempertimbangkan arah kebijakan cukai dan percepatan tren downtrading selama tiga tahun terakhir, Vassilis mengatakan intervensi arah kebijakan cukai amat diperlukan. Dia menyebutkan kebijakan fiskal merupakan salah satu kunci untuk memastikan keberlanjutan usaha dan investasi pelaku industri rokok golongan I, mengingat industri ini menjadi salah satu penyerap tenaga kerja dan hasil tembakau, serta menjadi sumber pemasukan negara.
Sepanjang 2021, HMSPI membayar pajak sebesar Rp78,7 triliun dan per September 2022. Perseroan telah menyetor Rp66,2 triliun ke negara yang mencakup pembayaran cukai, pajak pertambahan nilai (PPN), pajak daerah, dan pajak penghasilan (PPh).