Bisnis.com, JAKARTA— Kinerja emiten-emiten telekomunikasi hingga semester I/2022 tercatat masih mengalami pertumbuhan pendapatan, tetapi dengan laba bersih yang turun. Meski demikian, kalangan analis menilai sejumlah langkah bisnis yang ditempuh emiten sektor ini dapat menopang peningkatan kinerjanya.
Berita tentang sejumlah langkah bisnis emiten telekomunikasi menjadi salah satu pilihan editor BisnisIndonesia.id. Selain berita tersebut, beragam kabar ekonomi dan bisnis yang dikemas secara mendalam dan analitik juga tersaji dari meja redaksi BisnisIndonesia.id.
Berikut ini highlight BisnisIndonesia.id, Minggu (23/10/2022):
1. Sinyal Daya Tarik Emiten Telko TLKM, EXCL, & ISAT Menguat
Sejumlah langkah bisnis yang ditempuh oleh emiten-emiten sektor telekomunikasi akhir-akhir ini dinilai dapat menjadi penopang bagi peningkatan kinerja jangka panjang, meski pada paruh pertama tahun ini laba mereka terlihat mulai menurun.
Langkah bisnis tersebut di antaranya adalah penyesuaiah harga paket data, aksi korporasi berupa merger dan akuisisi, hingga ekspansi di sejumlah bisnis digital. Strategi yang ditempuh masing-masing emiten untuk meningkatkan daya saingnya dapat menjadi pendorong bagi peningkatan margin mereka.
Sejumlah analis mencatat beberapa emiten operator telekomunikasi atau telco telah melakukan peningkatan harga paket data. Keputusan ini diyakini dapat memperkuat kinerja mereka.
Analis Samuel Sekuritas, Paula Ruth, dalam risetnya mencatat bahwa anak usaha PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk. (TLKM) telah meningkatkan harga salah satu paket data penggunaan ringan dan sedang sebanyak 5 persen pada awal Oktober 2022 menjadi Rp46.500.
2. Prospek IPO Saham ZATA, Tertarik Beli?
Sebagian kalangan mungkin sudah familiar dengan brand busana muslim Elzatta Hijab dan Dauki. Dalam waktu dekat, perusahaan yang mengendalikannya yakni PT Bersama Zatta Jaya Tbk. bakal segera melantai di Bursa Efek Indonesia.
Proses penawaran awal atau bookbuilding yang menjadi bagian dari tahapan initial public offering (IPO) perusahaan sudah berlangsung sejak Kamis (20/10) lalu dan akan berakhir pada Rabu (26/10) pekan depan.
Perusahaan yang bakal mendapatkan kode saham ZATA tersebut akan masuk ke pasar modal dengan melepas sebanyak-banyaknya 1,7 miliar lembar saham. Jumlah itu akan setara dengan 20,01 persen dari total jumlah modal ditempatkan dan disetor penuh perseroan setelah proses IPO selesai.
Saham ZATA memiliki nilai nominal Rp50 per saham dan selama bookbuilding ditawarkan di rentang harga Rp100 hingga Rp130. Dengan demikian, bila diasumsikan seluruh saham terserap, dana yang dapat dikantongi ZATA akan berkisar antara Rp170 miliar hingga Rp221 miliar.
3. Kredit Melaju Pesat, Bank Mulai Cabut Dari SBN
Pesatnya laju pertumbuhan kredit selama beberapa bulan terakhir menjadikan perbankan mulai mengurangi penempatan dana berlebihnya di instrumen surat berharga negara (SBN). Hal ini mengindikasikan produktivitas perbankan yang bakal makin meningkat.
Nilai portofolio perbankan di SBN memang masih cenderung meningkat. Namun, tanda-tanda penurunan tingkat pertumbuhan sudah mulai terlihat. Posisi terkini kepemilikan perbankan di SBN pun sudah cukup jauh dibanding level puncaknya di awal tahun ini.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR), Kementerian keuangan, portofolio bank di SBN per 19 Oktober 2022 mencapai Rp1.615 triliun, naik 7,5 persen secara tahunan (year-on-year/ YoY) dari Rp1.501 triliun pada periode yang sama tahun lalu.
4. Kala Pengembang Hunia Mulai Pasang Kuda-Kuda Hadapi Awan Gelap
Sektor properti residensial tengah bersiap menghadapi badai usai pandemi Covid-19. Setelah hampir 2 tahun sektor properti residensial khususnya rumah tapak berkibar dan tahan menghadapi pandemi. Kali ini, para pengembang rumah tapak harus berupaya keras untuk bisa survive keluar dari pusaran awal gelap.
Setelah usai pemberian stimulus Pajak Pertambahan Nilai ditanggung pemerintah (PPN DTP) pada September kemarin, saat ini tak ada lagi insentif yang mendorong kinerja penjualan sektor properti residensial. Pasalnya, perpanjangan kebijakan pelonggaran rasio loan to value (LTV) dan financing to value (FTV) untuk kredit pemilikan rumah serta pembiayaan properti hingga 31 Desember 2023 ini tak signifikan dampaknya.
Hal ini karena down payment (DP) 0 persen ini akan memberatkan besaran cicilan per bulannya. Selain itu, tak semua konsumen bisa mendapatkan DP 0 persen ini karena melakukan screening yang ketat.
Kembali naiknya BI 7-day Reverse Repo Rate (DRRR) sebesar 50 basis poin atau 0,50 persen menjadi 4,75 persen pada Kamis (20/10) kemarin menambah beban berat sektor properti.
Kenaikan BI7DRR ini tak hanya berdampak pada Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan Kredit Pemilikan Apartemen (KPA) konsumen saja. Namun bagi pengembang, naiknya BI rate juga akan berdampak pada besaran kredit konstruksi yang dipinjam developer untuk membiayai suatu proyek.
5. Ketika Pengembang Besar Mulai Berebut Bidik Proyek IKN Nusantara
Sejumlah pengembang properti mulai berebut dalam partisipasi pengembangan kawasan di Ibu Kota Nusantara (IKN) Kalimantan Timur setelah Presiden Joko Widodo menggelar penjajakan minat pasar proyek pembangunan ibu kota baru pada Selasa (18/10).
Pengembang properti mulai berbondong-bondong menjajaki potensi bisnis di kawasan Ibu Kota Nusantara, Kalimantan Timur. Hasil penelusuran Bisnis hingga Kamis (20/10), setidaknya ada lima developer properti kelas kakap yang memulai penjajakan, membidik proyek tertentu, bahkan komitmen investasi lahan di hadapan Presiden Joko Widodo.
Kelimanya adalah PT Ciputra Development Tbk. (CTRA), PT Pakuwon Jati Tbk. (PWON), PT Intiland Development Tbk. (DILD), PT Perintis Triniti Properti Tbk. (TRIN) dan PT Agung Podomoro Land Tbk. (APLN). Minat developer properti merambah IKN setelah banyaknya insentif yang dijanjikan pemerintah, meskipun Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang kemudahan berusaha atau investasi di IKN belum juga diundangkan.