Bisnis.com, JAKARTA — Rupiah dibuka menguat tipis pada perdagangan Selasa (18/10/2022) di tengah penguatan indeks dolar AS.
Mengutip data Bloomberg pukul 09.10 WIB rupiah dibuka naik 18 poin atau 0,12 persen ke Rp15.469 per dolar AS. Sementara itu, indeks dolar AS menguat 0,14 persen ke 112,19.
Mata uang Asia lainnya menguat seperti yen Jepang menguat 0,14 persen, dolar Taiwan menguat 0,07 persen, won Korea Selatan menguat 0,38 persen, peso Filipina menguat 0,03 persen, dan baht Thailand menguat 0,10 persen.
Sebelumnya, Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi memperkirakan untuk perdagangan Selasa (18/10/2022), mata uang rupiah kemungkinan dibuka berfluktuasi namun ditutup melemah di rentang Rp15.450 - Rp15.500 per dolar AS.
Ibrahim menyebutkan, berita bahwa Inggris akan mengumumkan pajak baru dan rencana anggarannya dalam upaya untuk meyakinkan pasar setelah gejolak terkait dengan dimulainya Perdana Menteri baru Liz Truss, membuat dolar AS meredup sejenak setelah angka inflasi AS yang panas minggu lalu memperkuat taruhan kenaikan suku bunga agresif lainnya pada pertemuan FOMC berikutnya di awal November.
Pasar obligasi Inggris, dan sterling, terpukul keras oleh rencana awal Perdana Menteri baru Liz Truss untuk mendanai pemotongan pajak besar-besaran dengan pinjaman, mengakibatkan Bank of England turun tangan untuk memulihkan ketenangan, mengumumkan program pembelian obligasi darurat yang berakhir pada Jumat.
Baca Juga
Anggota Dewan Pemerintahan Bank Sentral Eropa Martins Kazaks mendukung kenaikan 75 basis poin bulan ini dan 50 atau 75 bps lainnya pada pertemuan akhir 2022 pada bulan Desember, tergantung pada data dan prospek harga.
Dari sisi internal, pemerintah dinilai perlu melakukan sesuatu dalam menghadapi tingginya nilai tukar dolar AS hingga saat ini. Beberapa negara menggunakan intervensi valuta asing (valas) untuk menstabilkan mata uangnya. Akibatnya, total cadangan devisa (cadev) yang dimiliki mengalami penurunan lebih dari 6 persen dalam tujuh bulan pertama tahun ini.
“Intervensi dengan memanfaatkan cadangan devisa kini perlu dicermati ulang. Sebab, itu seharusnya langkah sementara dan hanya untuk mengantisipasi pergerakan mata uang yang secara substansial meningkatkan risiko stabilitas keuangan, ataupun secara signifikan mengganggu kemampuan bank sentral untuk menjaga stabilitas harga,” tulis Ibrahim dalam riset, Senin (17/10/2022).
Sementara itu, penguatan dolar AS saat ini lebih disebabkan penguatan fundamental makro ekonomi AS, seperti tingginya angka inflasi yang membuat bank sentral AS, The Federal Reserve (The Fed), terus menaikkan suku bunga acuannya, sehingga likuditas di dunia mengetat. Juga ada pengaruh dari krisis energi dan gangguan rantai pasok akibat perang antara Rusia dan Ukraina.
Atas dasar ini, respons yang lebih tepat dalam menghadapi tingginya dolar saat ini adalah dengan membiarkan nilai tukar rupiah mengalami penyesuaian, sambil menggunakan kebijakan moneter untuk menjaga inflasi tetap dekat dengan targetnya.