Bisnis.com, JAKARTA — Nilai tukar rupiah ditutup melemah ke level Rp15.266 per dolar Amerika Serikat (AS) pada hari ini, Rabu (28/9/2022).
Rupiah yang melemah 0,94 persen atau 142,5 poin terjadi seiring dengan pelemahan mata uang sejumlah negara di kawasan Asia.
Ekonom sekaligus Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menyampaikan bahwa pelemahan rupiah terutama dipicu oleh agresivitas kebijakan moneter di negara maju.
Kebijakan kenaikan suku bunga yang agresif menyebabkan aliran modal keluar dari negara berkembang, sehingga menekan mata uang negara-negara tersebut, termasuk Indonesia.
Bhima mengatakan, pelemahan juga terjadi seiring dengan penguatan dolar AS, yang tercermin dari indeks dolar AS yang telah menembus level 113.
“Kemudian tingginya inflasi di negara berkembang memicu kekhawatiran terjadinya tekanan pada sektor keuangan,” katanya kepada Bisnis, Rabu (28/9/2022).
Baca Juga
Bhima menambahkan, kondisi ini diperparah dengan adanya ancaman resesi ekonomi secara global, sehingga investor cenderung mengamankan aset ke instrumen yang lebih aman.
Dia memperkirakan rupiah ke depan masih berpotensi melemah, hingga ke level Rp15.500 per dolar AS.
Deputi Gubernur Bank Indonesia Dody Budi Waluyo menyampaikan bahwa tren pelemahan mata uang tidak hanya terjadi di Indonesia. Kondisi ini sebagai imbas dari penguatan dolar AS seiring dengan implementasi kebijakan moneter yang lebih ketat untuk mengatasi tingginya inflasi.
“Itu semua karena penguatan dolar AS yang menghantam negara lain, termasuk Indonesia. Rupiah dengan depresiasi 5,2 persen itu tetap masih yang paling rendah di regional,” katanya, Selasa (27/9/2022).
Dody mengatakan, BI terus mengupayakan langkah stabilisasi nilai tukar rupiah, terutama melalui strategi triple intervention dan operation twist.
Triple intervention di pasar valas dilakukan baik melalui transaksi spot, Domestic Non Deliverable Forward (DNDF), serta pembelian/penjualan Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder
Sejalan dengan itu, melalui strategi operation twist, BI masih melanjutkan penjualan/pembelian SBN di pasar sekunder, yaitu dengan meningkatkan daya tarik imbal hasil SBN bagi masuknya investasi portofolio asing melalui kenaikan yield SBN tenor jangka pendek dan kenaikan struktur yield SBN jangka panjang yang lebih rendah.
“Kita akan tetap jaga stabilitasnya, tapi memang tekanannya sedang tinggi. Kita masih terus melakukan langkah stabilisasi dengan strategi triple intervention dan operation twist,” jelasnya.