Bisnis.com, JAKARTA — Produsen Sari Roti, PT Nippon Indosari Corpindo Tbk. (ROTI) melakukan sejumlah strategi untuk mengatasi harga gandum yang sempat melonjak dan menekan profitabilitas sepanjang paruh pertama tahun ini.
Head Investor & Publik Relations Nippon Indosari Corpindo, Hadi Susilo mengatakan, selama semester I/2022 biaya bahan baku dan kemasan melesat Rp552,5 miliar, atau naik 31,6 persen disebabkan kenaikan harga tepung terigu sebagai komponen terbesar.
“Kami berusaha menekan biaya-biaya lainnya, dengan menjalankan strategi pengadaan yang efektif untuk memastikan bahan baku dibeli pada harga terbaik,” ujarnya dalam acara Public Expose Live 2022, Kamis (15/9/2022).
Harga gandum berjangka Chicago Board of Trade (CBOT) sempat mencapai level tertingginya pada 7 Maret 2022, yakni senilai US$1.294 per ton, yang menekan biaya bahan baku ROTI.
Hadi menambahkan, manajemen ROTI berhasil mengurangi tekanan pada laba kotor dengan mengelola dan menekan biaya-biaya produksi lainnya yang tercatat naik 12,1 persen year-on-year (yoy).
Lebih lanjut, ROTI juga berkomitmen meningkatkan kinerja yang tecermin dari rasio beban gaji terhadap penjualan yang terjaga pada level produktif, yakni sekitar 14,1 persen, sedangkan rasio transportasi distribusi dan penjualan sebesar 8,4 persen.
Baca Juga
“Kami juga mempertajam arah belanja iklan dan promosi, serta memanfaatkan lokasi pabrik baru untuk mengurangi biaya logistik dan transportasi,” imbuh Hadi.
ROTI tercatat memiliki 14 pabrik yang tersebar di kota-kota besar seperti Cikarang, Pasuruan, Semarang, Medan, hingga Banjarmasin, dengan kapasitas produksi mencapai 5,1 juta potong roti per hari.
Perseroan juga membangun pabrik baru di Pekanbaru yang ditargetkan selesai pada akhir 2022. “Total 15 pabrik ROTI diharapkan cukup untuk mendukung pertumbuhan perseroan hingga 2025, sehingga tidak perlu membangun pabrik baru lagi,” pungkas Hadi.
Sepanjang semester I/2022, ROTI mencetak pertumbuhan penjualan kanal modern (MT) senilai Rp1,27 triliun, naik 17,4 persen dari semester I/2021 senilai Rp1,08 triliun.
Penjualan MT didorong peningkatan aktivitas konsumen untuk mengunjungi minimarket serta supermarket.
Sementara itu, penjualan kanal tradisional (GT) juga meningkat 9,8 persen, dari Rp473,8 miliar menjadi Rp520,4 miliar. Keseluruhan penjualan selama paruh pertama tahun ini mencapai Rp1,79 triliun, naik 15 persen yoy, sehingga laba bersih pun terkerek 12,7 persen menjadi Rp137,3 miliar.