Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Harga Minyak Perlahan Merangkak Naik

Harga minyak WTI terpantau naik 1,2 persen ke level US$82,88 per barel setelah sempat anjlok 6 persen.
Aktivitas Pertamina Hulu Energi Offshore Southeast Sumatra (PHE OSES) di Perairan Kepulauan Seribu, Jakarta, Selasa (14/6/2022). ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat
Aktivitas Pertamina Hulu Energi Offshore Southeast Sumatra (PHE OSES) di Perairan Kepulauan Seribu, Jakarta, Selasa (14/6/2022). ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat

Bisnis.com, JAKARTA – Harga minyak dunia terpantau menguat setelah sempat melemah ke level terendahnya dalam 8 bulan di tengah sentimen kebijakan lockdown di China dan pengetatan kebijakan moneter global yang mempengaruhi permintaan.

Berdasarkan data Bloomberg pada Kamis (8/9/2022), harga minyak West Texas Intermediate (WTI) terpantau naik 1,2 persen ke level US$82,88 per barel setelah sempat anjlok 6 persen pada perdagangan kemarin.

Koreksi tersebut merupakan penurunan harga terbesar sejak pertengahn Juli lalu. Hal tersebut disebabkan oleh pemberlakuan kebijakan lockdown pada beberapa wilayah di China, termasuk Chengdu, yang menekan permintaan minyak dari negara importir terbesar di dunia tersebut.

Harga minyak dunia telah anjlok sebanyak hampir US$50 per barel setelah mencatatkan level tertingginya pada Maret lalu. Kenaikan tersebut merupakan imbas dari invasi Rusia ke Ukraina.

Koreksi harga minyak pada Rabu kemarin terjadi di tengah sejumlah sentimen positif yang ada di pasar. Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan negaranya tidak akan memasok energi ke negara -negara yang mendukung pembatasan harga untuk minyak hasil produksi Rusia.

Sementara itu, Energy Information Administration (EIA) meningkatkan outlook untuk permintaan global minyak dan memangkas prospek pasokan dari AS.

Vandana Hari, Founder Vanda Insights mengatakan aksi beli yang cukup besar akan terjadi pada setelah koreksi signifikan pada harga minyak. Menurutnya, penurunan harga minyak pada Rabu kemarin cenderung berlebihan.

“Pertemuan The Fed pada 21 September mendatang, dimana kenaikan suku bunga sebesar 75 basis poin diprediksi terjadi, akan menambah sentimen negatif untuk pergerakan harga minyak,” kata Hari dikutip dari Bloomberg.

Sementara itu, laporan dari American Petroleum Institute menyebutkan persediaan minyak mentah AS naik sebesar 3,6 juta barel pada pekan lalu. Meski demikian, cadangan minyak di pusat penyimpanan utama Cushing, Oklahoma mengalami penurunan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper