Bisnis.com, JAKARTA – Harga emas kembali melemah pada akhir perdagangan Rabu (31/8/2022) di tengah prospek kenaikan suku bunga agresif oleh Federal Reserve AS dan bank-bank sentral utama lainnya.
Kontrak emas paling aktif untuk pengiriman Desember di divisi Comex New York Exchange ditutup melemah 10,1 poin atau 0,58 persen ke level US$1.726,20 per troy ounce, pelemahan empat hari berturut-turut.
Sepanjang Agustus 2022, harga emas telah melemah 3,1 persen dan membukukan kerugian bulan kelima berturut-turut.
Dalam pidatonya di Kamar Dagang Dayton, Ohio, Presiden The Fed Cleveland Loretta Mester mengatakan terlalu dini untuk mengatakan bahwa inflasi telah mencapai puncaknya, dan suku bunga AS perlu naik sedikit di atas 4,0 persen pada awal tahun depan. Dia tidak mengantisipasi penurunan suku bunga pada 2023.
Data ekonomi yang dirilis Rabu (31/8/2022) beragam. Indeks Manajer Pembelian (PMI) Chicago terbaru, atau Barometer Bisnis Chicago, naik tipis menjadi 52,2 pada Agustus dari 52,1 pada Juli, yang masih dalam wilayah ekspansi.
Automated Data Processing Inc. melaporkan bahwa pekerjaan swasta AS naik 132.000 pekerjaan pada Agustus setelah meningkat 268.000 pada Juli.
Baca Juga
Emas telah mengalami penurunan yang berkepanjangan tahun ini karena serangkaian kenaikan suku bunga tajam oleh The Fed mendorong dolar dan imbal hasil obligasi pemerintah AS. Logam kuning terpukul sangat keras pekan lalu setelah Gubernur The Fed Jerome Powell memperingatkan bahwa bank sentral tidak berniat memperlambat siklus pengetatannya.
Pasar sekarang fokus pada data tenaga kerja AS atau non-farm payroll (NFP) yang akan dirilis pada Jumat (2/9/2022). Data yang kuat kemungkinan akan mempengaruhi The Fed menuju pengetatan kebijakan yang lebih agresif.
Investor sekarang memperkirakan hampir 70 persen kemungkinan bahwa The Fed akan menaikkan suku bunga sebesar 75 basis poin pada September.