Bisnis.com, JAKARTA—Emiten anyar milik Grup Adaro, konglomerasi crazy rich Garibaldi “Boy” Thohir dan TP Rachmat, PT Adaro Mineral Tbk. (ADMR) berhasil unjuk gigi usai melantai di Bursa Efek Indonesia. Apalagi, tidak sedikit pelaku pasar berharap besar terhadap emiten tambang tersebut.
Pemberitaan tentang prospek saham ADMR menjadi salah satu berita pilihan editor BisnisIndonesia.id. Selain berita tersebut, beragam kabar ekonomi dan bisnis yang dikemas secara mendalam dan analitik juga tersaji di meja redaksi BisnisIndonesia.id.
Berikut ini highlight BisnisIndonesia.id, Selasa (30/8/2022):
1. Unjuk Gigi Saham Grup Adaro (ADMR), Emiten Afiliasi Boy Thohir
Bukan tidak mungkin, kinerja fundamental yang positif itu tentu berpotensi besar mengerek prospek saham ADMR. Moncernya kinerja ADMR tersebut tercermin dari laporan keuangan untuk periode semester I/2022.
Perseroan mencatatkan capaian pertumbuhan laba yang dapat diatribusikan kepada entitas induk 490 persen secara year-on-year (yoy), tepatnya dari US$34,18 juta menjadi US$202 juta atau setara Rp3,01 triliun (kurs Rp14.928 per US$).
“ADMR menikmati hasil semester pertama yang kuat sebagai perusahaan tercatat, yang didukung dengan ASP [average selling-price/harga jual rata-rata] yang lebih tinggi dan peningkatan volume penjualan,” ujar CEO ADMR Christian Arianto Rachmat dalam keterangan tertulis, hari ini (29/8).
2. Minim Penyerapan, Potensi Surplus Gas Bumi Kian Menganga
Belum optimalnya pemanfaatan gas bumi nasional di tengah kian masifnya penemuan cadangan baru lapangan gas bumi di dalam negeri berpotensi membuat surplus komoditas itu kian menganga, terutama untuk wilayah Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara (Jabanusa).
Secara menyeluruh, berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), cadangan terbukti gas bumi Indonesia mencapai sekitar 41,62 triliun kaki kubik (TCF). Selain itu, Indonesia juga masih memiliki 68 cekungan potensial yang belum tereksplorasi.
Berkaca dari Neraca Gas Indonesia 2022—2030, Indonesia diyakini mampu memenuhi kebutuhan gas dalam negeri dari lapangan migas yang ada. Dalam 10 tahun ke depan, Indonesia bahkan diperkirakan mengalami surplus gas hingga 1.715 juta standar kaki kubik per hari (MMscfd) yang berasal dari sejumlah proyek potensial.
3. Pemerintah Tambah Manuver Jaga Konstruksi Fiskal
Pemerintah menyiapkan strategi fiskal untuk menjaga struktur APBN dengan penggunaan kartu kredit pemerintah domestik dan bantalan sosial tambahan sebagai respons wacana kenaikan harga bahan bakar yang makin menguat.
Kemampuan pemerintah dalam mengelola Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) akan diuji. Tren kenaikan harga minyak dunia membuat pemerintah mesti jeli mengatur strategi fiskal.
Berbagai upaya mulai diluncurkan. Bank Indonesia (BI) baru saja meluncurkan alat pembayaran Kartu Kredit Pemerintah Domestik.
Kartu Kredit Pemerintah berfungsi memfasilitasi pembelian barang dan jasa pemerintah, baik pusat maupun daerah, dengan skema pembayaran kartu kredit pemerintah yang pemrosesannya secara domestik.
4. Indonesia-Thailand Sepakati Kerja Sama Pembayaran QR Code
Masyarakat di wilayah Indonesia dan Thailand kini dapat menggunakan aplikasi pembayaran yang terdapat pada gawai dengan memindai Quick Response (QR) Code, baik itu Thai QR Codes maupun QR Indonesian Standard (QRIS) dalam melakukan transaksi pembayaran di merchant.
Hal ini dimungkinkan seiring dengan implementasi kerja sama pembayaran QR Code lintas negara (cross-border QR payment linkage) yang resmi disepakati oleh Bank Indonesia dan Bank of Thailand.
Kerja sama ini sebelumnya telah diawali dengan fase uji coba pada 17 Agustus 2021 yang kemudian dilanjutkan dengan fase implementasi. Total ada 76 penyedia jasa sistem pembayaran dari kedua negara yang terlibat dalam kerja sama ini.
QRIS merupakan penyatuan berbagai macam QR dari berbagai Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran (PJSP). Adapun QRIS dikembangkan oleh industri sistem pembayaran bersama bank sentral agar proses transaksi lebih mudah, cepat, dan terjaga keamanannya.
5. Ekonomi Tak Menentu, Emiten Berhemat Anggaran Belanja Modal
Inflasi, kenaikan suku bunga acuan, hingga peningkatan yield pasar surat utang bakal menjadikan upaya emiten dalam berekspansi pada sisa tahun ini penuh tantangan. Di tengah kondisi itu, agresivitas emiten dalam menggelontorkan belanja modalnya kemungkinan akan menyusut.
Pada paruh pertama tahun ini hingga awal paruh kedua ini, sejumlah emiten tampaknya sudah cukup agresif dalam membelanjakan anggaran belanja modal atau capital expenditure (capex) mereka. Langkah ini tentu saja beralasan, sebab Indonesia sejatinya ada di jalur pemulihan pascapandemi.
Kendati pandemi memang belum benar-benar berakhir, dampaknya sudah jauh berkurang. Kekebalan komunal sudah terbentuk, seiring dengan upaya vaksinasi yang masif. Di sisi lain, pembatasan mobilitas pun tak lagi seketat sebelumnya.