Bisnis.com, JAKARTA – Pedagang fisik aset kripto di Indonesia kini dapat mengusulkan penambahan atau pengurangan aset kripto yang diperdagangkan di pasar.
Ketentuan ini tertuang dalam Peraturan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Perba) Nomor 11 Tahun 2022 tentang Penetapan Daftar Aset Kripto yang Diperdagangkan di Pasar Fisik Aset Kripto.
Pasal 2 ayat 1 pada peraturan tersebut menyatakan, calon atau pedagang fisik aset kripto dapat menyampaikan usulan penambahan dan/atau pengurangan aset kripto dalam daftar aset yang diperdagangkan di pasar fisik aset kripto.
Usulan ini disampaikan ke Bappebti melalui Bursa Berjangka Aset Kripto untuk dimasukkan atau dikeluarkan dari daftar aset kripto yang diperdagangkan di pasar fisik aset kripto.
Setelah diusulkan, penambahan dan/atau pengurangan aset kripto dalam daftar yang ada wajib dikaji bersama terlebih dahulu oleh bursa berjangka kripto dan komite aset kripto dan memenuhi ketentuan pada pasal 1 ayat 2 dan 4 peraturan yang sama
Adapun, pada pasal 5 ayat 1 ketentuan itu, selama bursa kripto dan/atau komite aset kripto belum terbentuk, pelaksanaan pengkajian dilakukan oleh tim penilaian daftar aset kripto.
Baca Juga
Tim penilaian tersebut terdiri dari 3 unsur, yakni Bappebti, asosiasi di bidang perdagangan aset kripto, serta pelaku usaha di bidang perdagangan pasar fisik aset kripto yang telah terdaftar di Bappebti.
Kepala Biro Peraturan Perundang-Undangan dan Penindakan Bappebti Aldison dalam keterangan resminya menambahkan, untuk memberikan kepastian hukum, calon pedagang fisik aset kripto yang akan melakukan listing atau delisting jenis aset kripto yang telah ditetapkan, wajib terlebih dahulu menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Kepala Bappebti.
“Dengan diterbitkannya Perba ini, diharapkan dapat memberikan kepastian hukum sekaligus perlindungan bagi masyarakat dalam bertransaksi di pasar fisik aset kripto,” ujar Aldison.
Selain itu, peraturan ini mengadopsi pendekatan positive list yang bertujuan untuk memperkecil risiko diperdagangkannya jenis aset kripto yang tidak memiliki kejelasan whitepaper atau yang memiliki tujuan ilegal seperti pencucian uang dan sebagainya.
“Hal tersebut antara lain dengan mempertimbangkan prinsip umum untuk aset kripto yang dapat diperdagangkan, seperti berbasis distributed ledger technology dan lulus hasil penilaian dengan metode AHP. Tentunya turut mempertimbangkan nilai kapitalisasi pasar aset kripto, nilai risikonya, manfaat ekonominya, serta apakah telah masuk dalam transaksi bursa aset kripto besar dunia,” jelasnya.