Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rupiah Kembali Dibanting Dolar AS Pagi Ini, Melemah di Rp14.920

Beberapa negara berkembang mulai meningkatkan utangnya akibat pandemi Covid-19, kenaikan harga pangan dan energi .
Mata uang rupiah dan dolar Amerika Serikat di salah satu money changer, Jakarta, Sabtu (30/7/2022). Bisnis/Himawan L Nugraha
Mata uang rupiah dan dolar Amerika Serikat di salah satu money changer, Jakarta, Sabtu (30/7/2022). Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA – Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS kembali dibuka tekoreksi pada hari ini, Kamis (4/8/2022), beriringan dengan turunnya mata uang lain di kawasan Asia.

Berdasarkan data Bloomberg, mata uang Garuda dibuka melemah 0,06 persen atau 9 poin sehingga parkir di posisi Rp14.920,50 per dolar AS. Indeks dolar AS pada pukul 09.00 WIB terpantau turut melemah atau 0,15 persen ke level 106,35.

Sementara itu, mata uang lain di kawasan Asia yang ikut melemah adalah rupee India turun 0,57 persen, sedangkan sisanya menguat.

Sebelumnya, Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi dalam dalam riset harian memperkirakan untuk perdagangan hari ini, rupiah kemungkinan dibuka berfluktuatif namun ditutup melemah di rentang Rp14.900 - Rp14.950 per dolar AS.

Ibrahim mengatakan, dolar AS menguat terkait dengan pernyataan The Fed yang mengisyaratkan kenaikan suku bunga lebih banyak dan juga meningkatnya ketegangan AS-China.

Dia menyampaikan Presiden The Fed San Francisco Mary Daly mengatakan bank sentral memiliki 'jalan panjang' sebelum inflasi dapat dijinakkan, yang kemungkinan mengarah pada lebih banyak kenaikan suku bunga.

Ibrahim mengatakan, setelah menaikkan suku bunga empat kali di tahun ini, The Fed sekarang akan bertemu pada akhir September untuk memutuskan tindakan selanjutnya.

“Inflasi telah mencapai tingkat tahunan 9,1 persen yang mengejutkan di AS, memberikan tekanan pada bank untuk memperketat kebijakan lebih lanjut,” tulisnya dalam riset harian, Rabu (3/8/2022).

Menurut Ibrahim, investor tetap tertarik untuk melihat laporan pekerjaan bulanan AS pada Jumat pekan ini. 

Dari dalam negeri, Ibrahim mengungkapkan bahwa beberapa negara berkembang mulai meningkatkan utangnya akibat pandemi Covid-19, kenaikan harga pangan dan energi sehingga lebih dari 30 negara terjebak utang di atas 100 persen.

Keadaan tersebut diperparah dengan kenaikan suku bunga Amerika Serikat sehingga potensi negara berkembang berpotensi terkendala dalam membayar utang tersebut.

Dia menyebutkan risiko yang akan terjadi dan dihadapi oleh dunia saat ini adalah 5C yaitu Covid-19, Conflict, Climate Change (perubahan iklim), Commodity Price (harga komoditas), dan Cost of Living (biaya hidup/inflasi).

Dari kondisi seperti itu, menurutnya perekonomian domestik diperkirakan masih menguat, sejalan dengan beberapa indikator ekonomi yang masih positif, baik dari sektor keuangan, moneter, pasar tenaga kerja, dan industri.

Selain itu, investasi dan ekspor yang diperkirakan tetap kuat hingga akhir tahun akan menjadi penopang pertumbuhan ekonomi sepanjang 2022.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Mutiara Nabila
Editor : Farid Firdaus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper