Bisnis.com, JAKARTA - Harga minyak jatuh sekitar empat persen pada akhir perdagangan Senin (1/8/2022) waktu setempat, setelah data manufaktur yang turun di beberapa negara memperlemah prospek permintaan minyak.
Adapun investor tengah bersiap untuk pertemuan OPEC dan sekutu produsennya mengenai pasokan minggu ini.
Mengutip Antara, Selasa (2/8/2022), minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS untuk pengiriman September tergelincir 4,73 atau 4,8 persen, menjadi menetap di US$93,89 per barel di New York Mercantile Exchange, setelah mencapai level terendah sesi di US$92,42 per barel.
Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Oktober merosot US$3,94 atau 3,8 persen, menjadi ditutup pada US$100,03 per barel di London ICE Futures Exchange, setelah menyentuh terendah sesi di US$99,09 per barel.
Reaksi pasar di atas muncul setelah data yang lemah dari ekonomi-ekonomi utama memicu kekhawatiran bahwa perlambatan pertumbuhan global akan membahayakan permintaan energi.
Pabrik-pabrik di seluruh Amerika Serikat, Eropa dan Asia berjuang untuk momentum pada Juli karena lesunya permintaan global dan pembatasan ketat Covid-19 China memperlambat produksi, survei menunjukkan pada Senin (1/8/2022), kemungkinan menambah kekhawatiran ekonomi meluncur ke dalam resesi.
Baca Juga
Indeks manajer pembelian (PMI) manufaktur S&P Global untuk zona euro pada Senin turun di bawah angka penting 50 pada Juli menjadi 49,8, dari 52,1 pada Juni.
Di tempat lain, Institute for Supply Management (ISM) mengatakan pada Senin (1/8) bahwa ukuran aktivitas manufaktur AS yang diawasi ketat turun menjadi 52,8 persen pada Juli dari 53 persen sebulan sebelumnya. Sementara angka di atas 50 persen menunjukkan ekspansi, data terbaru adalah yang terendah sejak Juni 2020.
"Masih ada keterputusan dengan data ekonomi dan apa yang kami lihat di sisi penawaran. Pasar minyak masih sangat ketat, dan pasar akan gelisah menjelang pertemuan OPEC+," kata Phil Flynn, seorang analis Price Futures.
Juga membebani harga adalah kenaikan produksi minyak Libya, yang mencapai 1,2 juta barel per hari, naik dari 800.000 barel per hari pada 22 Juli, setelah pencabutan blokade pada beberapa fasilitas minyak.
Sementara itu, pedagang mengalihkan pandangan mereka ke Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan sekutunya, yang secara kolektif dikenal sebagai OPEC+, karena kelompok tersebut diperkirakan akan bertemu akhir pekan ini untuk membahas strategi produksi di masa depan.