Bisnis.com, JAKARTA — PT Adhi Karya (Persero) Tbk. (ADHI) memberikan penjelasan perihal Light Rapid Transit (LRT) Jabodebek yang jadwal operasinya molor dari target awal. Proyek Strategis Nasional (PSN) ini mulanya direncanakan beroperasi pada Agustus 2022, tetapi mundur menjadi akhir tahun ini.
Menanggapi hal ini, Sekretaris Perusahaan Adhi Karya Farid Budiyanto menjelaskan bahwa para pemangku kepentingan yang menjalankan proyek ini tengah memastikan kelancaran penyelesaian pembangunan dan persiapan operasi LRT Jabodebek.
Adapun beberapa perusahaan negara yang menjalankan proyek ini selain ADHI adalah PT Kereta Api Indonesia (Persero), PT INKA (Persero), dan PT Len Industri (Persero).
“Mengingat LRT Jabodebek merupakan kereta pertama dengan teknologi GoA 3 (driverless), dengan tetap mengutamakan faktor keselamatan serta memperhatikan tata kelola perusahaan yang baik,” kata Farid dalam keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia (BEI), Senin (11/7/2022).
Sampai dengan Juni 2022, perkembangan pengerjaan LRT Jabodebek Fase I telah mencapai 91,5 persen dengan perincian lintas layanan I yang mencakup Cawang-Cibubur sebesar 95,3 persen, lintas layanan II (Cawang-Dukuh Atas) sebesar 90,5 persen, lintas layanan III (Cawang-Bekasi Timur sebesar 93 persen, serta depo sebesar 78,5 persen.
Skema pembiayaan proyek ini sendiri melalui Anggaran Belanja Pemerintah dan pembiayaan BUMN, sebagaimana diamanatkan dalam Perpres No. 49/2017 Ayat 1.
Baca Juga
“Sampai dengan saat ini masih belum ada informasi atau kejadian penting lainnya yang material yang dapat mempengaruhi kelangsungan hidup perusahaan serta dapat mempengaruhi harga saham ADHI,” katanya.
Sebagaimana diwartakan Bisnis sebelumnya, proyek LRT Jabodebek sudah mundur beberapa kali dari target Commercial Operation Date atau COD. Awalnya, PSN itu ditargetkan beroperasi pada Juli 2019 dan akhirnya digeser ke Agustus 2022 karena kesulitan pembebasan lahan, dan pandemi Covid-19.
Tak hanya mundur dari target, persoalan pendanaan LRT Jabodebek juga masih bermasalah. Proyek ini mulanya bernilai Rp29,9 triliun, kemudian naik Rp2,6 triliun dan saat ini menjadi Rp32,5 triliun.