Bisnis.com, JAKARTA – Emiten di sektor sawit atau CPO dinilai masih layak dicermati meski tengah dibayangi sentimen percepatan ekspor Indonesia dan tren penurunan harga.
Berdasarkan data dari Bursa Malaysia pada Rabu (6/7/2022), harga CPO dengan kontrak teraktif terpantau menurun ke level 3.940 ringgit per ton. Sementara, harga CPO dengan kontrak teraktif kedua juga melemah ke posisi 3.947 ringgit per ton.
Analis Binaartha Sekuritas Ivan Rosanova mengatakan, langkah percepatan ekspor yang dilakukan Indonesia diprediksi dapat membanjiri pasar CPO global. Hal ini akan berdampak pada turunnya harga seiring dengan pasokan yang meningkat.
“Langkah ini juga dibarengi dengan potensi pemulihan produksi CPO dari Malaysia yang akan semakin menekan harga kontrak CPO,” katanya saat dihubungi, Rabu (6/7/2022).
Meski demikian, Ivan menilai prospek emiten CPO masih cukup positif hingga akhir tahun. Menurut Ivan, sentimen ekspor dan pemulihan produksi tidak akan bertahan secara berkelanjutan.
Salah satu sentimen yang akan menopang emiten di sektor ini adalah siklus cuaca pada akhir tahun yang umumnya berupa curah hujan yang tinggi. Situasi tersebut akan membuat kegiatan penanaman sawit terhambat, yang nantinya akan turut menghambat aliran pasokan ke pasar global.
Baca Juga
‘Penurunan persediaan ini dapat memicu kenaikan harga CPO, yang akan berdampak pada kinerja emiten,” jelasnya.
Ivan melanjutkan, tekanan pada harga kontrak CPO masih terjadi akibat persediaan yang masih tinggi. Sehingga, saham - saham CPO pun masih kurang diminati saat ini.
Di sisi lain, ia melihat pergerakan harga saham emiten CPO rata - rata telah berada di demand area, yang memunculkan potensi terjadinya rebound.
“Dengan demikian, upaya percepatan ekspor CPO ini bisa menjadi salah satu katalis positif untuk meningkatkan minat investor kembali mengakumulasi saham emiten sawit,” katanya.
Seiring dengan hal tersebut, Ivan merekomendasikan sejumlah saham dari sektor CPO, yakni AALI dengan target harga Rp10.200, LSIP Rp1.270, dan SSMS Rp1.250.