Bisnis.com, JAKARTA – Harga Bitcoin diprediksi masih akan melanjutkan koreksi setelah sempat turun di bawah level US$25.000.
Berdasarkan data coinmarketcap.com pada Senin (13/6/2022), harga Bitcoin sempat anjlok hingga 13, 95 persen ke posisi di bawah US$25.000, tepatnya US$23.645,29. Tren tersebut membawa Bitcoin ke level terendahnya sejak Desember 2020 sekaligus melanjutkan koreksi harga Bitcoin selama 7 hari beruntun.
Terkait hal tersebut, Trader Tokocrypto Afid Sugiono mengatakan investor terlihat panik dan cenderung menghindari market kripto setelah AS mencetak inflasi tahunan 8,6 persen di Mei 2022. Angka tersebut jauh lebih tinggi dari estimasi analis 8,3 persen dan merupakan laju inflasi terkencang sejak 1981.
“Kepanikan investor bukan tanpa alasan. Tadinya, mereka meyakini bahwa siklus inflasi tinggi di AS sudah selesai pada Maret lalu. Sehingga, mereka tak menduga bahwa inflasi Mei malah meroket. Hal ini membuat tekan The Fed akan mengerek suku bunga acuannya sebesar 50 basis poin untuk bulan ini dan bulan depan,” kata Afid dikutip dari laman resmi Tokocrypto, Senin (13/6/2022).
Afid menjelaskan, sebenarnya inflasi bisa tak berkorelasi langsung dengan kinerja pasar aset kripto. Ia mencontohkan, di masa lalu tingginya inflasi bisa berdampak baik bagi permintaan dan laju harga Bitcoin mengingat statusnya sebagai aset penyimpan kekayaan (store of value), seperti layaknya emas.
“Saat ini teori tersebut tampaknya tidak berlaku lagi. Kondisinya sudah berbeda. Market kripto sudah banyak dimasuki oleh investor institusi yang melihat dinamika makroekonomi sebagai indikasi untuk keputusan di pasar,” jelasnya.
Baca Juga
Investor institusi yang sudah banyak masuk ke dalam aset kripto, bisa mengurangi porsi aset berisiko di dalam portofolio mereka atau de-risking. Dengan banyaknya jumlah dana kelolaan mereka di pasar cukup besar, aksi jual investor institusi dapat mempengaruhi performa pergerakan aset kripto secara signifikan.
Selain karena antisipasi data ekonomi, investor juga enggan all-out di market disebabkan harga beberapa aset kripto belum benar-benar menyentuh titik bottom-nya. Investor masih cenderung ragu-ragu untuk menjalankan strategi buy the dip.
Adapun, Afid melanjutkan nilai Bitcoin terus turun dari level resistance US$33.000 minggu lalu. Hal tersebut mengindikasikan hilangnya momentum kenaikan yang membuat kemungkinan reli Bitcoin semakin kecil
Perdagangan Bitcoin secara kasar terlihar datar selama seminggu terakhir dan telah terbatas pada rentang perdagangan yang berombak. Level support awal terlihat di US$25.000.
Afid menjelaskan momentum pada grafik harian telah melemah selama beberapa minggu terakhir, menunjukkan tren turun Bitcoin dari November tahun lalu dapat berlanjut dalam jangka pendek. Tren turun didefinisikan oleh harga tertinggi yang lebih rendah dan harga terendah yang lebih rendah.
“Level support Bitcoin dalam grafik 200-week moving average, saat ini berada di US$22.294. Namun, penurunan harga yang tajam pada akhirnya bisa stabil di US$17.673, yang merupakan retracement 78 persen dari tren naik Bitcoin sebelumnya dari Maret 2020 hingga November 2021,” tuturnya.
Menurut Relative Strength Index (RSI) pada grafik mingguan terlihat oversold, yang berarti tekanan jual bisa mereda selama beberapa minggu ke depan. Namun, pembacaan oversold tidak menunjukkan harga pasti yang rendah, terutama dalam konteks tren turun.