Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bursa Eropa Loyo, Tergerus Lonjakan Inflasi di Luar Ekspektasi

Indeks Stoxx Europe 600 melemah 1,34 persen ke level 417,03 pada pukul 14.38 WIB. Lonjakan inflasi dikhawatirkan memicu pengetatan moneter yang lebih agresif dan meningkatkan risiko resesi.
Bursa Efek London - London Stock Exchange/Blomberg
Bursa Efek London - London Stock Exchange/Blomberg

Bisnis.com, JAKARTA – Bursa saham Eropa anjlok ke level terendah sejak awal Maret pada perdagangan Senin (13/6/2022) karena investor khawatir bahwa lonjakan inflasi akan memicu pengetatan moneter yang lebih agresif dan meningkatkan risiko resesi.

Berdasarkan data Bloomberg, indeks Stoxx Europe 600 melemah 1,34 persen ke level 417,03 pada pukul 14.38 WIB. Indeks saham regional juga kompak anjlok. Indeks FTSE 100 melemah 0,92 persen, sedangkan DAX Jerman turun 1,26 persen.

Sementara itu, indeks CAC 40 Prancis merosot 1,48 persen, FTSE MIB Italia ambles 2,07 persen, dan IBEX 35 Spanyol turun 1,49 persen.

Indeks berjangka S&P 500 turun 1,8 persen. Imbal hasil obligasi Treasury AS 10 tahun berada di 3,19 persen, level tertinggi dalam 1 bulan terakhir. Sementara itu, aksi jual obligasi pemerintah Eropa juga meningkat, dengan imbal hasil utang pemerintah Jerman tenor dua tahun naik di atas 1 persen untuk pertama kalinya dalam satu dekade terakhir.

Bursa saham Eropa mengalami aksi jual besar-besaran tahun ini di tengah kekhawatiran bahwa bank sentral dapat menyebabkan ekonomi terkontraksi karena memperketat kebijakan untuk menjinakkan inflasi.

Indeks Stoxx Europe 600 jatuh ke level terendah dalam sebulan pada pekan lalu, ketika European Central Bank (ECB) menguraikan rencana kebijakan moneter yang lebih agresif dari perkiraan ekonom.

Selain itu, data inflasi AS yang melonjak secara tak terduga memicu ekspektasi bahwa Federal Reserve harus memperketat kebijakan guna melawan inflasi.

Analis HSBC Max Kettner mengatakan kelas aset berisiko saat ini tengah terombang-ambing dalam ketidakpastian. Investor aset ini bagaikan memilih antara dua pilihan yang buruk.

“Entah inflasi tetap lebih tinggi lebih lama, bank sentral perlu berbuat lebih banyak, dan itu merugikan valuasi, yang pada akhirnya buruk untuk aset berisiko,” tulis Ketter seperti dikutip Bloomberg, Senin (13/6/2022).

Di sisi lain, ia melanjutkan, jika pertumbuhan turun lebih dari yang diharapkan, maka perkiraan pendapatan perusahaan diperkirakan turun dan jalan menuju goldilocks terlihat sangat sulit untuk dicapai. Sejak Jumat, jalan menuju soft landing itu menjadi semakin sempit.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper