Bisnis.com, JAKARTA — Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan inflasi pada Mei 2022 sebesar 0,40 persen secara bulanan (month-to-month/mtm) dan mencapai 3,55 persen secara tahunan, tertinggi sejak Desember 2017. Namun dampak inflasi terhadap pasar modal akan sangat tergantung dengan perkembangan tingkat suku bunga.
“Sejauh ini kalau kami perhatikan tentu dampaknya akan sejauh mana Bank Indonesia akan bertahan dengan tingkat suku bunga saat ini. Apalagi inflasi sudah berhasil mencapai di atas 3,5 persen, di mana 3,5 persen merupakan tingkat suku bunga Bank Indonesia,” kata Associate Director of Investment and Research Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus ketika dihubungi Bisnis, Kamis (2/6/2022).
Nico mengatakan inflasi berpotensi berlanjut mengingat invasi Rusia dan Ukraina telah memicu krisis energi yang memicu naiknya harga komoditas energi dan pangan global. Situasi, lanjutnya, membuat dia memperkirakan inflasi tidak akan terjadi sementara.
“Apalagi ditambah dengan adanya kenaikkan tingkat suku bunga The Fed bulan ini sebanyak 50 bps, dan potensi kenaikan tingkat suku bunga bank Eropa 25 bps,” tambahnya.
Kenaikan inflasi yang berlanjut akan menjadi acuan bagi otoritas moneter untuk menaikkan tingkat suku bunga. Saat tingkat suku bunga naik, ruang investasi berpotensi turun dan hal ini tecermin pada terkoreksinya IHSG pada sesi pertama hari ini.
IHSG terpantau melemah 0,10 persen pada penutupan sesi I menuju 7.141,98. IHSG sempat menembus level tertinggi 7.209,07 dan terendah 7.117,97. Sepanjang sesi I, investor asing melakukan aksi beli bersih sebesar Rp391,60 miliar di semua pasar.
Baca Juga
Terpisah, Vice President Infovesta Utama Wawan Hendrayana mengatakan kenaikan inflasi akan makin mendorong kenaikan tingkat suku bunga, meski saat ini Bank Indonesia belum melihat kenaikan suku bunga sebagai hal yang mendesak jika melihat kondisi surplus dagang dan cadangan devisa.
Wawan mengatakan inflasi yang berlanjut dan potensi kenaikan suku bunga akan menjadi sentimen negatif bagi saham-saham yang terkait suku bunga, contohnya keuangan, properti, dan otomotif.
“Namun prospek kenaikan inflasi yang dibarengi dengan pertumbuhan ekonomi akan meningkatkan daya beli masyarakat dan membuat emiten-emiten saham dapat meningkatkan penjualannya,” kata Wawan.