Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Saham Vale Indonesia (INCO) ARB, Gara-Gara Sumitomo Hengkang dari Pomalaa?

Saham INCO ini turun 6,8 persen atau 525 poin ke posisi Rp7200.
Articulated dump truck mengangkut material pada pengerukan lapisan atas di pertambangan nikel PT. Vale Indonesia di Soroako, Luwu Timur, Sulawesi Selatan, Kamis (28/3/2019)./ANTARA-Basri Marzuki
Articulated dump truck mengangkut material pada pengerukan lapisan atas di pertambangan nikel PT. Vale Indonesia di Soroako, Luwu Timur, Sulawesi Selatan, Kamis (28/3/2019)./ANTARA-Basri Marzuki

Bisnis.com, JAKARTA – Gerak harga saham PT Vale Indonesia Tbk. (INCO) anjlok pada perdagangan Selasa (26/4/2022) hingga menyentuh batas Auto Reject Bawah (ARB).

Mengutip data Bursa Efek Indonesia, saham emiten bersandi saham INCO ini turun 6,8 persen atau 525 poin ke posisi Rp7200. Sepanjang hari ini, harga saham INCO bergerakdi kisaran 7.200 – 7.600.

Adapun, saham emiten dengan kapitalisasi pasar Rp71,54 triliun ini terpantau dilego asing senilai Rp74,31 miliar. Kendati demikian, sepanjang 2022 berjalan dan dibandingkan dengan setahun lalu, harga sahamnya masih mencatat kenaikan 53,85 persen.

Baru-baru ini, salah satu pemegang saham utama INCO yakni Sumitomo Metal Mining Co. Ltd. (SMM) mengumumkan mengundurkan diri dari proyek smelter nikel di Pomalaa, Sulawesi Tenggara setelah selama 10 tahun terakhir melakukan pra-studi kelayakan dan studi kelayakan.

Chief Financial Officer INCO Bernardus Irmanto mengatakan, penurunan harga saham INCO hari ini bisa jadi karena keputusan SMM.

“Saya tidak bisa memastikan. Mungkin saja ada hubungannya, karena dari sisi operasional tidak ada hal baru yang signfikan,” ungkapnya kepada Bisnis, Selasa (26/4/2022).

Bernardus menegaskan INCO akan tetap berkomitmen terhadap proyek Pomalaa. SMM juga masih tetap menjadi pemegang saham utama INCO dengan porsi 15,03 persen dari total saham atau memiliki sebanyak 1,49 miliar saham.

Adapun, pada 2021 kinerja INCO sempat mengalami penurunan dengan produksi sebesar 65.388 metrik ton nikel matte. Jumlah tersebut turun 9,48 persen dari produksi sebanyak 72.237 metrik ton pada periode yang sama di 2020. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper