Bisnis.com, JAKARTA – PT Adaro Energy Indonesia Tbk. (ADRO) bersyukur tarif produksi batu bara dinaikkan oleh pemerintah.
Pemerintah resmi mengumumkan kebijakan tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) produksi batu bara berjenjang bagi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak atau Perjanjian pada hari ini, Senin (18/4/2022).
Menanggapi hal ini, Presiden Direktur Adaro Energy Indonesia Garibaldi Thohir mengatakan perusahaan malah bersyukur karena bisa memberikan kontribusi lebih kepada perekonomian Indonesia.
“Terkait PP itu, saya berkeyakinan dan memang ini bukan suatu hal yang baru, proses ini sudah lama dari 2-3 tahun yang lalu, ini mulai dari UU Minerba itu, terus ada omnibus law, jadi ini bukan hal baru, kita mengikuti dan senantiasa kita selalu diajak bicara oleh pemerintah,” jelasnya dalam konferensi pers virtual, Senin (18/4/2022).
Pria yang akrab disapa “Boy” itu mengatakan yakin bahwa memang pemerintah ingin di satu sisi ingin mengimbangkan, bagaimana perusahaan batu bara ini bisa terus berkontribusi selain menjadi penopang pendapatan ekspor Indonesia.
“Kontribusi kita ke negara akan bertambah. Dari kondisi negara yang lagi perlu dukungan dari kita-kita ya jadi kewajiban kita dan kita patut berbangga hati kita bisa berikan kontribusi yang lebih ke negara mengingat ekonomi kita belum pulih, bahkan ada inflasi, kenaikan harga bahan-bahan, kita berbangga bisa berkontribusi saat negara membutuhkan,” ujarnya.
Baca Juga
Boy menegaskan dampak terhadap kinerja keuangan Adaro tentu ada, tapi Adaro bersyukur karena bisa mencetak kinerja luar biasa pada 2021 imbas kenaikan harga batu bara, sehingga bisa mencetak rekor laba.
Pada 2022 sendiri, masih ada perang Rusia - Ukraina, yang membuat energi terdisrupsi lagi. Di sini terbukti batu bara tetap menjadi sumber energi paling efisien, murah, bisa didapat di mana-mana.
“Untuk itu saya selalu meyakini prospek batu bara Indonesia, Adaro masih punya prospek yang bagus. Karena, di satu negara yang sehebat apapun, tidak mungkin negara menggantungkan hanya dari satu sumber energi, akan ada energy mix yang berimbang, ada batu bara renewable, gas, solar, geothermal, nuklir, dan lainnya,” ujarnya.
Sebelumnya, melalui beleid terbaru PP nomor 15 Tahun 2022 tersebut, Direktur Pembinaan Pengusahaan Batu Bara Kementerian ESDM Lana Saria mengatakan kebijakan tarif berjenjang dibagi ke dalam lima kelas pungutan yang diatur secara progresif mengikuti besaran harga batubara acuan atau HBA.
Dengan demikian, pada saat HBA rendah, tarif PNBP produksi batubara yang diterapkan tidak terlalu membebani pemegang IUPK. Di sisi lain saat harga komoditas tertahan tinggi, negara diharapkan dapat memaksimalkan penerimaan pajak dari sektor pertambangan ini.
“Tarif berjenjang sampai lima layer itu bertujuan untuk menjaga stabilitas kegiatan perekonomian pertambangan, saat harga tinggi negara dapat meningkatkan penerimaan kalau harga rendah pelaku usaha tidak terbebani tarif PNBP yang tinggi,” kata Lana.
Berdasarkan Pasal 16 Peraturan Pemerintah No.15/2022 tentang Perlakuan Perpajakan dan/atau Penerimaan Negara Bukan Pajak di Bidang Usaha Pertambangan Batu Bara, untuk setiap penjualan batubara dengan HBA di bawah US$70 per ton dikenakan tarif 14 persen, sementara HBA di antara US$70 per ton sampai US$80 per ton dikenakan tarif 17 persen, selanjutnya HBA di rentang US$80 per ton sampai US$90 per ton dikenakan tarif 23 persen.
Sementara itu, tarif 25 persen berlaku untuk penjualan batu bara dengan HBA di angka US$90 per ton sampai US$100 per ton.Adapun, tarif maksimal sebesar 28 persen dikenakan untuk HBA di atas atau sama dengan US$100 per ton.
Di sisi lain, dia menambahkan, tarif pungutan untuk penjualan dalam negeri atau kepentingan domestic market obligation dikunci di angka 14 persen bagi IUPK dari Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) generasi 1 dan generasi 1 plus.