Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rupiah Ditutup Cenderung Stagnan, Sinyal Negatif Masih Menyelimuti

Nilai tukar rupiah ditutup menguat 0,5 poin ke level Rp14.361,5. Secara tahun berjalan, rupiah masih melemah 0,69 persen terhadap dolar AS.
Uang dolar dan rupiah di salah satu money changer di Jakarta, Rabu (16/2/2022). Bisnis/Himawan L Nugraha
Uang dolar dan rupiah di salah satu money changer di Jakarta, Rabu (16/2/2022). Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA - Nilai tukar rupiah terhadap dollar AS ditutup cenderung stagnan pada perdagangan akhir pekan ini, Jumat (8/4/2022).

Berdasarkan data Bloomberg, Jumat (8/4/2022), nilai tukar rupiah ditutup menguat 0,5 poin ke level Rp14.361,5. Secara tahun berjalan, rupiah masih melemah 0,69 persen terhadap dolar AS.

Sepanjang hari rupiah bergerak pada rentang Rp14.378,5--Rp14.385 per dolar AS. Adapun, indeks dolar AS masih menguat 0,12 persen atau 0,115 poin ke level 99,875.

Rupiah menguat di tengah mayoritas mata uang Asia Pasifik melemah terhadap dollar AS.

Direktur TRFX Garuda Berjangka Ibrahim Assuaibi mengungkapkan dolar AS naik ke level tertinggi hampir dua tahun pada Kamis (7/4/2022) kemarin, karena investor mencerna sinyal hawkish dari Federal Reserve, tetapi bertanya-tanya apakah nilai mata uang sudah mencerminkan langkah pengetatan lebih lanjut.

Patokan imbal hasil Treasury AS 10-tahun juga mencapai level tertinggi tiga tahun selama sesi sebelumnya.

"The Fed juga mengatakan akan mengurangi neraca Fed setelah pertemuan Mei pada tingkat US$95 miliar per bulan, awal dari pembalikan stimulus besar-besaran yang dipompa ke perekonomian selama pandemi," urainya dalam keterangan resmi, Jumat (8/4/2022).

Pembuat kebijakan Bank Sentral Eropa tampak tertarik untuk mengendurkan stimulus pada pertemuan 10 Maret mereka, dengan beberapa mendorong untuk tindakan lebih lanjut, karena kondisi untuk menaikkan suku telah dipenuhi atau akan segera dipenuhi, risalah pertemuan ECB menunjukkan pada hari Kamis.

Dari internal, tingkat inflasi pada April berpotensi naik akibat terbebani permintaan masyarakat. Permintaan pada Ramadan dan Lebaran meningkat, sedangkan di sisi lain ada kebijakan pemerintah yang berpotensi untuk terjadinya inflasi.

Menurutnya beberapa kebijakan pemerintah yang mengerek inflasi pertama penyesuaian harga LPG pada 27 Februari 2022, Penyesuaian harga BBM jenis Pertamax per 1 April 2022, dan penyesuaian PPN menjadi 11 persen di 1 April 2022.

Selain itu, kenaikan harga pangan juga bakal berkontribusi pada kenaikan inflasi, mulai dari harga pada cabai merah, minyak goreng, dan telur ayam ras di Maret. Kenaikan BBM dan emas juga selama ramadan ini bakal menyumbang inflasi.

Dampak inflasi yang tinggi harus diantisipasi pemerintah, sebab bakal memicu kenaikan angka kemiskinan hingga daya beli masyarakat. Dampak paling terlihat adalah pada penurunan daya beli masyarakat.

Konsumsi rumah tangga saat ini memiliki share terbesar dari total PDB Indonesia. kemudian inflasi yang tinggi di bahan pangan akan membebani masyarakat menengah bawah.

"Sedangkan untuk perdagangan pekan depan, mata uang rupiah kemungkinan dibuka  berfluktuatif, tetapi ditutup melemah di rentang Rp14.350--Rp14.390," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper