Bisnis.com, JAKARTA – Kondisi pasar surat utang Indonesia cenderung tertekan selama beberapa waktu belakangan. Hal itu seiring dengan kenaikan imbal hasil obligasi AS bertenor 10 tahun atau US Treasury.
Kondisi pasar obligasi yang kurang kondusif ini dapat terlihat dari pelemahan persepsi risiko credit default swap (CDS) 5 tahun dan imbal hasil (yield) Surat Utang Negara (SUN).
Berdasarkan data worldgovernmentbonds.com, CDS 5 tahun Indonesia per 10 Maret 2022 ada di level 111,39. Posisi tersebut mengindikasikan probabilitas default atau gagal bayar sebesar 1,86 persen.
Baca Juga : Pasar Obligasi Indonesia Masih Jadi Pilihan |
---|
Seperti diketahui, level CDS yang semakin rendah menunjukkan ekspektasi risiko investasi yang semakin rendah pula pada instrumen surat utang suatu negara, dalam hal ini untuk surat utang Indonesia dalam denominasi rupiah.
Sementara itu, imbal hasil surat utang negara (SUN) Indonesia seri acuan 10 tahun berada di level 6,87 persen. Selama sebulan terakhir, imbal hasil SUN Indonesia telah melemah sebesar 29,2 basis poin.
Direktur Avrist Asset Management (Avrist AM) Farash Farich menjelaskan pelemahan CDS dan imbal hasil SUN terhadap pasar obligasi Indonesia cenderung tidak merata.
Farash memaparkan, secara year to date, pasar obligasi terlihat masih mencatatkan net inflow dari investor asing. Meski demikian, yield surat berharga negara atau SBN Indonesia cenderung mengalami kenaikan, yang mengindikasikan peningkatan risiko.
"Imbal hasil SBN dan korporasi rupiah masih sangat tinggi karena inflasi saat ini masih rendah," jelasnya daat dihubungi, Kamis (10/3/2022).
Menurutnya, kenaikan pelemahan imbal hasil SBN Indonesia utamanya ditopang oleh kenaikan yield obligasi AS atau US Treasury. Sentimen ini membuat daya tarik obligasi di emerging market menurun dan investor asing lebih memilih masuk ke US Treasury.
Farash menambahkan, kondisi pasar obligasi Indonesia saat ini cukup terbantu oleh kehadiran likuiditas perbankan. Hal tersebut membuat pelemahan imbal hasil SBN cenderung lamban.
Ke depannya, ia mengatakan pergerakan imbal hasil US Treasury masih akan menjadi salah satu sentimen yang diperhatikan pasar
"Perkembangan inflasi juga menjadi faktor yang perlu terus diperhatikan," ujarnya.