Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pasar Resilien, Pelemahan Credit Default Swap Indonesia Diprediksi Sementara

Konfilk Rusia–Ukraina juga turut meningkatkan ketidakpastian di pasar obligasi Indonesia sehingga berdampak pada kenaikan CDS beberapa minggu belakangan.
Pialang berjalan di Gedung Bursa Efek Indonesia./Bloomberg-Dimas Ardian
Pialang berjalan di Gedung Bursa Efek Indonesia./Bloomberg-Dimas Ardian

Bisnis.com, JAKARTA – Tren pelemahan credit default swap (CDS) 5 tahun Indonesia diyakini hanya akan terjadi sementara. Pasar obligasi domestik dinilai cukup resisten terhadap sentimen-sentimen global dalam jangka panjang.

Berdasarkan data worldgovernmentbonds.com, credit default swap (CDS) 5 tahun Indonesia per 9 Maret 2022 ada di level 124,61. Posisi tersebut mengindikasikan probabilitas default atau gagal bayar sebesar 2,08 persen.

Associate Director Fixed Income Anugerah Sekuritas Ramdhan Ario Maruto memaparkan, kenaikan CDS Indonesia selama beberapa pekan terakhir utamanya dipicu oleh potensi kenaikan suku bunga global. Rencana kenaikan suku bunga yang dilakukan beberapa bank sentral, utamanya The Fed, akan turut berdampak negatif terhadap kondisi pasar Indonesia.

Ia memaparkan, kenaikan suku bunga akan memicu perpindahan dana dari emerging market ke pasar AS. Hal ini seiring dengan kenaikan suku bunga yang juga akan diikuti oleh Indonesia sehingga memicu pelemahan imbal hasil dan meningkatnya risiko investasi.

“Konfilk Rusia–Ukraina juga turut meningkatkan ketidakpastian di pasar obligasi Indonesia sehingga berdampak pada kenaikan CDS beberapa minggu belakangan. Dengan naiknya ketidakpastian, maka risiko pada instrumen keuangan juga ikut meningkat,” jelasnya saat dihubungi Bisnis pada Rabu (9/3/2022).

Menurut Ramdhan, tren kenaikan CDS ini merupakan fase transisi di pasar surat utang global, tidak hanya di Indonesia. Potensi pelemahan CDS ke depannya juga masih dapat terjadi karena pasar tengah menunggu keputusan The Fed terkait kenaikan suku bunga.

Hal ini juga ditambah dengan mulai menguatnya imbal hasil obligasi AS atau US Treasury yang menurunkan daya tarik surat utang emerging market seperti Indonesia.

“Kondisi seperti sekarang menahan investor untuk masuk ke pasar. CDS Indonesia berpeluang menyentuh kisaran 150, tergantung dari seberapa besar kenaikan suku bunga yang akan dilakukan The Fed,” lanjutnya.

Di sisi lain, Ramdhan memperkirakan pasar obligasi Indonesia akan mampu bertahan dari tekanan ini. Ia mengatakan, sejumlah sentimen yang mendukung adalah tingkat likuiditas di pasar surat utang Indonesia masih cukup besar dan didominasi oleh investor domestik.

Selain itu, pemulihan ekonomi di Indonesia yang terus berlangsung turut menopang keyakinan investor terhadap pasar obligasi dalam negeri.

Seiring dengan hal tersebut, Ramdhan optimistis tren pelemahan CDS Indonesia hanya akan berlangsung dalam jangka pendek.

“Kalau di pasar global nantinya sudah tenang dan besaran kenaikan suku bunga sudah ditentukan, pasar kita akan mampu bertahan,” pungkasnya.

Secara terpisah, Head of Fixed Income Research Mandiri Sekuritas Handy Yunianto menuturkan kenaikan CDS Indonesia saat ini lebih disebabkan oleh faktor global dibandingkan domestik. Hal ini terlihat dari kenaikan CDS yang tidak hanya terjadi di Indonesia saja, tetapi di semua negara emerging market.

“Faktor globalnya masih masalah perang Rusia-Ukraina yang memicu risk off, sehingga secara umum CDS mengalami kenaikan. Kalau dilihat kenaikan CDS Indonesia juga lebih tinggi dibandingkan CDS negara-negara dengan rating utang BBB,” jelasnya.

Ia melanjutkan, kenaikan harga komoditas dan energi yang berkepanjangan dapat berpotensi menekan pergerakan CDS. Hal ini seiring dengan laju pemulihan ekonomi global yang akan semakin lamban.

Di sisi lain, Indonesia masih akan diuntungkan dengan kenaikan harga komoditas dalam jangka pendek. Ia menuturkan, hal ini karena data perdagangan Indonesia akan lebih positif sehingga penerimaan fiskal negara akan turut terkerek naik.

“Jika risiko perang semakin membaik dan kenaikan harga komoditas akan tercermin di data perdagangan, neraca pembayaran, cadangan devisa dan fiskal melihat potensi penurunan CDS akan lebih terbuka untuk Indonesia,” pungkasnya.

Sepanjang tahun berjalan, CDS 5 tahun Indonesia terpantau bergerak cenderung naik, meski sempat berada di level terendah pada tahun 2022 pada kisaran 72,91 di bulan Januari lalu. selebihnya level CDS 5 tahun Indonesia bergerak di rentang 72,91-124,61.

Tingkat CDS 5 tahun Indonesia saat ini tercatat melemah 34,85 persen selama sebulan belakangan. Meski demikian level CDS saat ini masih lebih baik dibandingkan periode Maret 2020 saat CDS Indonesia sempat menyentuh level 239,11.

Seperti diketahui, level CDS yang semakin rendah menunjukkan ekspektasi risiko investasi yang semakin rendah pula pada instrumen surat utang suatu negara, dalam hal ini untuk surat utang Indonesia dalam denominasi rupiah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper