Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Harga Komoditas Makin Melejit, Wall Street Malah Melemah

Indeks Dow Jones Industrial Average melemah 0,94 persen ke level 32.290,25 pada awal perdagangan, sedangkan indeks S&P 500 melemah 0,9 persen ke 4.290,97 dan Nasdaq melemah 1 persen ke 13.180,87.
Pelaku pasar sedang memantau perdagangan di bursa New York Stock Exchange (NYSE), New York, AS, Senin (20/9/2021)./Bloomberg
Pelaku pasar sedang memantau perdagangan di bursa New York Stock Exchange (NYSE), New York, AS, Senin (20/9/2021)./Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA – Bursa saham Amerika Serikat melemah pada awal perdagangan Senin (7/3/2022) setelah investor menilai prospek kenaikan harga komoditas terhadap inflasi dan pertumbuhan ekonomi.

Berdasarkan data Bloomberg, indeks Dow Jones Industrial Average melemah 0,94 persen ke level 32.290,25 pada awal perdagangan, sedangkan indeks S&P 500 melemah 0,9 persen ke 4.290,97 dan Nasdaq melemah 1 persen ke 13.180,87.

Harga minyak mentah melonjak setelah AS mempertimbangkan larangan impor dari Rusia. Minyak mentah Brent sempat menguat hingga US$139 per barel, sebelum diperdagangkan mendekati US$120. Gas Eropa, paladium, dan tembaga mencapai level tertinggi sepanjang masa.

Pemerintahan Presiden Joe Biden sedang mempertimbangkan larangan impor minyak dan produk energi dari Rusia. Langkah ini dipandang dapat menambah tekanan ekonomi karena lebih banyak perusahaan menarik diri dari negara tersebut sebagai tanggapan atas serangan ke Ukraina.

Pejabat Ukraina dan Rusia akan bertemu lagi untuk pembicaraan putaran ketiga, tetapi harapan untuk kemajuan dalam pertemuan kali ini masih rendah karena presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan Kyiv harus menyetujui tuntutannya jika pertempuran ingin diakhiri.

Proyeksi inflasi 10 tahun pada pasar obligasi AS melonjak ke rekor 2,785 persen, sementara imbal hasil obligasi Treasury naik 6 basis poin menjadi 1,79 persen. Indeks dolar naik untuk hari ketiga, diperdagangkan pada level tertinggi sejak 2020.

Banyak komoditas, mulai dari biji-bijian hingga logam, juga melonjak di tengah kekhawatiran kekacauan pasokan baku karena invasi dan sanksi terhadap Rusia.

Ekonomi global sudah berjuang dengan inflasi yang tinggi karena pandemi. Federal Reserve dan bank sentral utama lainnya kini tengah menghadapi tugas rumit untuk mengetatkan kebijakan moneter dan menahan biaya hidup tanpa meningkatkan ekspansi ekonomi atau mengacaukan aset berisiko.

“Untuk ekonomi AS, kita sekarang melihat stagflasi, dengan inflasi yang terus-menerus lebih tinggi dan pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah dari perkiraan sebelum perang,” tulis Ed Yardeni, presiden Yardeni Research, dilansir Bloomberg, Senin (7/3/2022).

"Untuk investor saham, kami perkirakan tahun 2022 akan terus menjadi salah satu tahun terberat," lanjutnya.

Di Rusia, Putin menandatangani dekrit yang mengizinkan pemerintah dan perusahaan untuk membayar kreditur asing dalam rubel. Langkah ini dilakukan untuk mencegah default dengan tetap mempertahankan kontrol modal.

Makin banyak perusahaan menutup kantor mereka di Rusia, termasuk raksasa streaming Netflix Inc. dan layanan media sosial TikTok, Sementara itu, China memperingatkan AS agar tidak mencoba membangun “NATO” versi Pasifik, sambil menyatakan bahwa perselisihan keamanan atas Taiwan dan Ukraina “tidak sebanding sama sekali.”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper