Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Analis Rekomendasikan Netral Saham Konsumer, ICBP & INDF Masih Favorit?

Prospek bisnis emiten barang konsumen pada 2022 bisa lebih baik ditopang oleh pemulihan ekonomi yang seyogyanya menaikkan daya beli masyarakat.
Varian Indomie Mi Goreng/indomie.com
Varian Indomie Mi Goreng/indomie.com

Bisnis.com, JAKARTA - Pergerakan harga saham emiten barang konsumen terpantau tak banyak bergerak pada awal tahun ini. Hal itu pun mendorong sejumlah perusahaan tercatat melakukan aksi membeli kembali atau buyback saham.

Analis Mirae Asset Sekuritas Christine Natasya menyampaikan bahwa harga minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) yang masih tinggi menjadi batu sandungan kinerja emiten barang konsumen. Pasalnya, kenaikan harga produksi akan mempersempit marjin laba.

“Harga CPO naik terus sementara CPO ini menjadi beban di perusahaan barang konsumen,” kata Christine kepada Bisnis, baru-baru ini.

Berdasarkan catatan Kementerian Perdagangan, harga CPO dunia sempat menembus level tertinggi pada pekan kedua Januari 2022 di posisi Rp12.736 per liter. Harga itu lebih tinggi 49,36 persen dibandingkan dengan pada Januari 2021. 

Adapun, perusahaan barang konsumen telah terbebani kenaikan harga CPO sejak tahun lalu. Beberapa emiten pun memutar otak untuk menangkal tekanan biaya produksi terhadap marjin misalnya dengan menaikkan harga jual maupun melakukan efisiensi di level operasional.

Namun demikian, Analis Mirae Asset Sekuritas Mimi Halimin menambahkan bahwa prospek bisnis emiten barang konsumen pada 2022 bisa lebih baik ditopang oleh pemulihan ekonomi yang seyogyanya menaikkan daya beli masyarakat.

Mirae Asset Sekuritas masih memberikan rekomendasi netral untuk saham-saham emiten barang konsumen dengan rekomendasi beli untuk ICBP, INDF, dan KLBF.

Adapun, pergerakan harga saham yang kurang semarak pada awal tahun ini setidaknya telah mendorong PT Kino Indonesia Tbk. (KINO) dan PT Nippon Indosari Corpindo Tbk. (ROTI) untuk melakukan pembelian kembali saham. 

Tujuan dari buyback saham yang dilakukan KINO dan ROTI yatu untuk menstabilkan harga saham dalam kondisi pasar yang berfluktuasi.

Pada akhir perdagangan Kamis (3/2/2022), saham KINO terpantau menguat 12,78 persen menjadi Rp3.000 setelah perseroan mulai melakukan buyback hingga 2 Mei 2022.

Dalam keterbukaan informasi, Direktur dan Sekretaris Perusahaan Kino Indonesia Budi Muljono menyampaikan perseroan berencana melakukan buyback saham dengan jumlah biaya pembelian sebanyak-banyaknya Rp100 miliar atau maksimum 20 juta saham. Biaya yang digunakan untuk buyback akan diambil perseroan dari kas internal.

“Pelaksanaan pembelian kembali saham merupakan salah satu bentuk usaha Perseroan untuk meningkatkan kinerja saham Perseroan dan membantu menstabilkan keadaan pasar modal,” tulis Budi, Kamis (3/2/2022).

Adapun, buyback saham ini akan dilakukan KINO mulai 3 Februari 2022 hingga 2 Mei 2022. Perseroan pun membatasi harga saham untuk buyback senilai maksimum Rp5.000 per saham.

Budi menegaskan bahwa jumlah saham yang dibeli kembali tersebut tidak akan melebihi 20 persen dari total modal disetor. Perseroan akan menjaga free float atau saham yang beredar di masyarakat tetap 7,5 persen dari modal disetor dan ditempatkan penuh.

Sedangkan saham ROTI ditutup stagnan pada level Rp1.345 pada Kamis (3/2/2022). Sejak awal tahun harga turun 1,10 persen dengan kapitalisasi pasar Rp8,32 triliun.

Direktur Nippon Indosari Corpindo Arlina Sofia mengatakan perseroan melaksanakan buyback mulai 21 Januari 2022 hingga 20 April 2022. Perseroan akan menggelontorkan dana maksimum Rp374 miliar untuk membeli kembali saham maksimum 220 juta saham dalam aksi korporasi ini.

Adapun, harga pembelian saham selama periode buyback dibatasi senilai Rp1.700 dengan PT BCA Sekuritas bertindak sebagai perusahaan efek yang melakukan transaksi pembelian kembali.

“Pembelian kembali atas saham perseroan juga memberikan fleksibilitas bagi perseroan dalam mengelola modal jangka panjang, di mana saham tresuri dapat dijual di masa yang akan datang dengan nilai yang optimal jika perseroan memerlukan penambahan modal,” kata Arlina.

Disclaimer: Berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dwi Nicken Tari
Editor : Farid Firdaus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper