Bisnis.com, JAKARTA — Emisi obligasi baru diprediksi akan marak pada kuartal I/2022 seiring dengan periode jatuh tempo obligasi sejumlah emiten.
Senior Economist Samuel Sekuritas Fikri C Permana menjelaskan bahwa pelunasan obligasi jatuh tempo para emiten ini sangat bergantung pada kapasitas masing-masing perusahaan dan kecenderungan industrinya.
"Kalau saya melihat tergantung kapasitas emiten dan juga kecenderungan inudstri sama spesifikasi masing-masing korporasi. Kalau emiten kas besar cenderung pembayaran tak menerbitkan kembali, ini berasal dari emiten likuiditas besar, kemungkinan perbankan, sedangkan emiten kapasitas likuiditas terbatas seperti multifinance, sama dari konstruksi kemungkinan memilih melakukan refinancing," terangnya kepada Bisnis, Minggu (9/1/2022).
Lebih lanjut, dia menilai emiten-emiten yang memiliki obligasi jatuh tempo pada kuartal II/2022 dan kuartal III/2022 cenderung bakal melakukan pembiayaan kembali melalui penerbitan obligasi baru pada kuartal I/2022.
Alasannya, karena adanya kencederungan hawkish The Fed, dan Bank Indonesia, serta kecenderungan volatilitas nilai tukar rupiah yang lebih tinggi. Selain itu, terdapat kecenderungan yield Surat Utang Negara (SUN) naik sehingga yield obligasi korporasi juga bakal naik.
"Dengan demikian, relatif lebih baik jika menerbitkan obligasi keperluan refinancing pada awal tahun dibandingkan dengan akhir tahun di tengah yield yang akan lebih tinggi," urainya.
Baca Juga
Menurutnya, tren tersebut berbeda dengan 3 tahun terakhir saat emiten cenderung menerbitkan obligasi baru di akhir tahun.
Di sisi lain, struktur permintaan dari obligasi korporasi di dalam negeri masih cukup besar, baik dari ritel, perbankan, dana pensiun maupun asuransi.
"Dua tahun terakhir outstanding semakin turun, yang mature turun dibandingkan dengan yang terbit. Namun, tahun ini relatif yield SUN tinggi agak cenderung perbedaan. Saya harap jumlah utang jatuh tempo akan sama dengan yang diterbitkan," katanya.