Bisnis.com, JAKARTA - Tahun 2022 dianggap sebagai momentum tepat bagi para calon investor untuk masuk ke instrumen investasi seiring dengan 3 pilar pemulihan ekonomi pascapandemi Covid-19.
Director of Business Development Buka Investasi Bersama Angganata Sebastian menjelaskan bagi para investor sebelum memperhatikan kondisi ekonomi saat ini perlu memperhatikan profil risiko yang tepat bagi masing-masing individu.
"Sebelum masuk kondisi ekonomi, lihat dahulu produk yang tepat untuk kita, lakukan tes profil risiko, sebelum beli produk, baru beli produk, baru aset alokasi," urainya, Selasa (14/12/2021).
Dalam jangka panjang bagi investor ritel seiring meningkatnya ekonomi pasca pandemi, instrumen investasi reksa dana saham menjadi pilihan yang menarik. Kendati demikian, investor perlu memperhatikan profil risiko, dan menyebar asetnya dalam beberapa produk.
Menurutnya, ekonomi Indonesia dalam momentum pertumbuhan setelah pandemi. Hal ini terlihat dari tiga pilar utama yang menopang pemulihan tersebut.
Pertama, membaiknya kondisi ekonomi Indonesia, hal ini ditunjukkan dengan naiknya pertumbuhan ekonomi kuartal III/2021, posisi current account yang surplus, hingga inflasi yang meningkat.
Baca Juga
Kedua, harga komoditas yang naik sangat signifikan. Sejak akhir tahun lalu hingga saat ini harga batu bara dan kelapa sawit meningkat 3--4 kali lipat.
"Naik harga komoditas dampak secara langsung neraca perdagangan naik, neraca dagang sudah surplus US$145 miliar. Kali pertama transaksi neraca perdagangan surplus, defisit biasanya, jadi surplus, ini bantu stabilitas nilai tukar mata uang," paparnya.
Dampak tidak langsung dari kenaikan harga komoditas yakni meningkatkan konsumsi masyarakat dan membuka lapangan kerja.
Ketiga, teknologi yang menjadi sumber pertumbuhan baru. Jika memperhatikan kemunculan bisnis rintisan di Indonesia, bisnis rintisan di bidang teknologi sangat membantu sektor UMKM.
Kontribusi UMKM terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia mencapai 57 persen sehingga dampak ke perekonomian cukup signifikan. Sementara itu, ruang bertumbuh sektor ekonomi juga masih tinggi.
Selain itu, digitalisasi juga mempercepat pergeseran kebiasaan berbelanja masyarakat. Sebelum Covid-19, belanja kebutuhan sehari-hari yang secara online hanya dilakukan 3 persen populasi, saat pandemi mencapai 46 persen populasi.
Sementara itu, belanja makanan segar secara online dari 2--3 persen populasi menjadi 46 persen secara online. Begitu pula belanja elektronik dan peralatan rumah tangga.
"Dalam jangka panjang, reformasi produksi pemerintah Indonesia, pembangunan infrastruktur, pabrik, penyulingan minyak, ini bisa turunkan impor signifikan. Outlook ekon dengan pilar katalis ini, jangan ragu memulai investasi, ini potensi pertumbuhan ekonomi indonesia sangat baik pendek, menengah, panjang," katanya.