Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

DPR: Jika KRAS Dibangkrutkan, Biayanya Sangat Mahal

Soal kemungkinan bangkrutnya KRAS, Erick Thohir mengungkapkan hal ini harus disikapi secara hati-hati mengingat kinerja baik yang dicatatkan sejak restrukturisasi mulai 2019.
Direktur Utama PT Krakatau Steel (Persero) Tbk. Silmy Karim (tengah) meresmikan grand launching KRASmart Marketplace di Jakarta, Jumat (26/11/2021). /Krakatau Steel.rn
Direktur Utama PT Krakatau Steel (Persero) Tbk. Silmy Karim (tengah) meresmikan grand launching KRASmart Marketplace di Jakarta, Jumat (26/11/2021). /Krakatau Steel.rn

Bisnis.com, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Aria Bima menyoroti sejumlah upaya yang perlu dilakukan dalam rangka penyehatan BUMN produsen baja, PT Krakatau Steel (Persero), Tbk. (KRAS).

Dia mengatakan pernyataan Menteri BUMN Erick Thohir soal kemungkinan bangkrutnya KRAS harus disikapi secara hati-hati mengingat kinerja baik yang dicatatkan sejak restrukturisasi mulai 2019.

"Akan banyak dampak negatifnya daripada dampak positifnya, jika Krakatau Steel tiba-tiba dibangkrutkan, biayanya sangat mahal," kata Aria dalam webinar bertajuk penguatan industri baja nasional, Senin (13/12/2021).

Dari sisi produksi, Aria melihat dua permasalahan besar yang membayangi KRAS selama ini. Pertama, permasalahn korporasi, diantaranya produktivitas pabrik yang belum efisien sehingga menyebabkan ongkos lebih mahal. Selain itu, produk-produk yang dihasilkan juga belum kompetitif atau kurang dibutuhkan pasar domestik dan ekspor.

Kedua, permasalah secara industri yakni gempuran produk baja impor dengan harga yang jauh lebih murah sehingga berdampak pada rendahnya penyerapan produk dalam negeri.

Ke depan, sejalan dengan upaya penyehatan kinerja keuangan KRAS, Aria mengatakan perlu dilakukan perbaikan skala ekonomi produksi baja pada titik optimal yang menurunkan biaya produksi.

"Ketidakefisienan dalam berproduksi harus diperbaiki dengan melakukan benchmarking terhadap pabrik-pabrik sejenis di dunia seperti China, India, Jepang, dan Korea," ujar Aria.

Upaya lainnya, perlu dilakukan pengembangan produksi jenis baja yang kompetitif dan dibutuhkan oleh pasar domestik dan ekspor, serta aliansi dengan industri terkait.

Selain itu, kebijakan proteksi pasar domestik juga tak kalah penting, terutama penerapan bea masuk khusus untuk impor baja yang masuk ke Indonesia.

"Juga penerapan SNI pada baja-baja impor secara konsisten, karena ada indikasi produk baja yang masuk ke dalam negeri didominasi oleh produk berkualitas rendah yang tidak sesuai dengan SNI," lanjutnya.

Secara industri, konsumsi produk akhir baja yang dihitung dengan formula apparent steel consumption (ASC) pada tahun lalu sebesar 15,1 juta ton. Adapun, produksinya meningkat 19,6 persen pada tahun lalu dibandingkan 2019.

Produk baja dalam negeri mampu menggantikan produk impor yang secara total menurun sampai dengan lebih dari 33 persen, yang diiringi peningkatan nilai ekspor baja mendapai 6,5 persen. Artinya, penurunan aktivitas produksi pada negara-negara asal produk impor, berhasil dimanfaatkan oleh produsen baja nasional untuk memasok kebutuhan domestik selama pandemi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Reni Lestari
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper