Bisnis.com, JAKARTA — Indonesia perlu memperkuat kampanye positif produk minyak kelapa sawit mentah atau crude palm oil (CPO) bersama sejumlah negara produsen lainnya di tingkat internasional.
Kampanye itu diharapkan dapat menggerus opini miring soal CPO yang dianggap berisiko tinggi meningkatkan praktik deforestasi.
Peneliti di Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi Indef Ahmad Heri Firdaus mengatakan kampanye positif bersama dengan sejumlah produsen lainnya itu dapat memberi justifikasi yang berimbang terhadap tudingan Uni Eropa yang mengelompokan CPO sebagai komoditas yang tidak bersifat berkelanjutan.
“Kita harus terus memperkuat justifikasi argumen bahwa CPO kita tidak sesuai dengan apa yang mereka tuduhkan sehingga CPO kita tetap layak menjadi sumber energi, bahan bakar nabati dan turunan lainnya bisa diterima,” kata Heri melalui sambungan telepon, Senin (22/11/2021).
Di sisi lain, Heri menambahkan, pemerintah perlu menyiapkan kajian yang berbasis keilmuan untuk mendukung argumen dan bantahan saat sidang kedua (second substantive meeting) sengketa DS 593 terhadap Uni Eropa di world trade organization atau WTO pada akhir tahun ini.
“Bila perlu penelitian itu masuk ke Jurnal Internasional sehingga menjadi sahih untuk menjadi daya dukung,” tuturnya.
Baca Juga
Seperti diberitakan sebelumnya, Indonesia bakal memasuki sidang kedua sengketa DS 593 terhadap Uni Eropa di world trade organization atau WTO pada akhir tahun ini.
Sidang itu menyoal kebijakan diskriminatif Uni Eropa atas produk kelapa sawit Indonesia yang tertuang dalam Renewable Energy Directive (RED) II dan Delegated Regulation.
Direktur Pengamanan Perdagangan Kementerian Perdagangan (Kemendag) Natan Kambuno mengatakan Indonesia bakal kembali menyampaikan argumen faktual dan hukum bantahan saat sidang kedua itu. Natan menuturkan argumen dan bantahan itu sudah sempat dikirimkan secara tulis untuk menanggapi pertanyaan lebih lanjut dari panel.
“Secara umum dapat disampaikan Indonesia tetap dalam posisinya bahwa Uni Eropa melalui kebijakan RED II dan Delegated Regulation telah melakukan diskriminasi perdagangan terhadap Biofuel berbahan baku kelapa sawit,” kata Natan melalui pesan WhatsApp, Senin (22/11/2021).
Natan menerangkan gugatan Indonesia terkait dengan dua kebijakan Uni Eropa itu tidak diarahkan untuk menafikan komitmen penurunan emisi karbon dunia. Akan tetapi, kata dia, pemerintah ingin Uni Eropa konsekuen dengan prinsip perdagangan internasional.
“Dalam hal ini mengharapkan UE dan negara-negara lainnya menekankan kerja sama dan bukannya menerapkan kebijakan diskriminasi terselubung yang justru menghambat upaya-upaya keberlanjutan Indonesia,” kata dia.