Bisnis.com, JAKARTA – Harga batu bara pada 2022 diprediksi analis mengalami penurunan ke kisaran US$100 per ton, lantaran negara konsumen besar seperti China dan India berencana meningkatkan produksi domestik.
Merespons hal ini, Direktur dan Corporate Secretary PT Bumi Resources Tbk. (BUMI) Dileep Srivastava mengatakan pihaknya sulit untuk memprediksi harga batu bara.
“Seperti yang terjadi pada kenaikan harga ke US$250 per ton ini tidak terprediksi, apa lagi tahun depan. Jadi, untuk tahun depan, harga masih akan bergantung pada perkembangan pandemi dan apakah permintaan bisa imbang dengan pasokan yang ada,” kata Dileep kepada Bisnis, Senin (22/11/2021).
Selain itu, untuk meningkatkan kapasitas batu bara, Dileep menilai dana yang ada juga terbatas sehingga kemungkinan pasokan batu bara masih akan tetap menipis.
“Pasokan kemungkinan akan terbatas dan ketat di samping permintaan akan meningkat. Sayangnya energi terbarukan saat ini tidak dapat menggantikan batu bara, jadi harga batu bara cenderung naik tetap tinggi mungkin di pertengahan US$100-an,” imbuhnya.
Untuk tahun depan, BUMI masih melakukan finalisasi target produksi untuk setahun penuh 2022.
Baca Juga
“Namun, kami memperkirakan akan produksi batu bara sekitar 85-90 metrik ton. Naik dari sekitar 80-an metrik ton tahun ini,” kata Dileep.
Adapun, untuk meningkatkan kinerja tahun depan, BUMI akan fokus memaksimalkan volume produksi, meningkatkan kualitas untuk mendongkrak margin, mengurangi biaya-biaya, dan meningkatkan kontribusi dari perusahaan anak seperti Bumi PT Resources Minerals Tbk (BRMS) dan PT Darma Henwa Tbk. (DEWA).