Bisnis.com, JAKARTA — Harga minyak mentah, yang telah menunjukan penurunan terpanjang sejak Maret, menantikan kemungkinan Presiden Amerika Serikat Joe Biden untuk meluncurkan pasokan cadangan untuk menahan kenaikan harga minyak lebih tinggi karena memicu inflasi.
Mengutip data Bloomberg, Sabtu (13/11/2021) harga minyak West Texas Intermediate (WTI) turun 0,80 poin atau 0,98 persen ke US$80,79 per barel. Sementara itu, harga minyak Brent turun 0,70 poin atau 0,84 persen ke US$82,17 per barel.
Penurunan harga minyak hampir 1 persen setelah Sekretaris Gedung Putih AS Jen Psaki menolak menyebutkan apakah Biden sudah berencana mengeluarkan cadangan minyak strategis (SPR). Dia mengatakan pemerintah sedang berupaya mendorong negara-negara produsen minyak untuk memompa lebih banuak minyak agar harga tak naik terlalu tinggi.
Biden telah mempertimbangkan langkah-langkah termasuk merilis SPR untuk mencoba menurunkan biaya bensin, yang telah mencapai level tertinggi tujuh tahun.
"Harga minyak mulai terkoreksi dan supportnya berada di US$80 per barel. Kekhawairan Biden akan melakukan langkah lebih besar dari perkiraan membuat harga minyak terus turun," ungkap Phil Flynn, Analis Pasar Senior di Price Futures Group Inc., dilansir Bloomberg, Sabtu (13/11/2021).
Harga minyak sudah menanjak sepanjang tahun ini karena konsumsinya meningkat setelah sebelumnya menyusut terdampak pandemi. Hal ini membuat harga konsumer AS ikut melonjak dan memicu inflasi tercepat dalam tiga dekade terakhir.
Harga bahan bakar yang juga terus naik menambah tekanan pada inflasi, tak hanya di AS bahkan sefar global. Kenaikan harga juga tak kunjung reda.
Kenaikan harga minyak juga muncul lantaran dolar AS menguat, tertinggi sejak Agustus. Hal ini makin menambah kekhawatiran akan inflasi lebih tinggi. Pasalnya, penguatan dolar AS membuat harga bahan mentah jadi lebih tinggi dan kurang menarik bagi pembeli dari luar negeri.