Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Peter Gontha Blak-blakan Soal Garuda Indonesia, Contoh Pengelolaan Buruk

Peter Gontha mengkritisi tata kelola Garuda Indonesia yang buruk sejak beberapa tahun silam, seperti soal pembelian pesawat yang terburu-buru.
Peter F Gontha/Facebook@Peter F. Gontha
Peter F Gontha/Facebook@Peter F. Gontha

Bisnis.com, JAKARTA - Terlilit utang hingga Rp70 triliun, PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. (GIAA) menjadi contoh BUMN penunjukkan direksi yang kurang terbuka. Di sisi lain, diduga terjadi banyak keputusan yang kurang matang.

Mantan Komisaris Garuda Indonesia Peter F. Gontha terus mengungkapkan apa yang diketahuinya terkait pengelolaan Garuda Indonesia sejak lama.

Mengutip instagram @petergontha, dia menyebut pembelian Boeing 737 Max oleh Garuda Indonesia tidak memberikan waktu yang cukup baginya sebagai direksi untuk mengkaji dampak pembelian tersebut secara keseluruhan.

"Ini pesawat Boeing 737 Max yang ditandatangani Direksi/Komisaris Garuda pada tahun 2013/2014. Saya diminta untuk menandatanganinya, tapi saya menolak. Kenapa? Karena kita hanya diberi 1x24 jam untuk evaluasi dan menandatanganinya. Total kontraknya melebihi US$3milyar untuk 50 pesawat. Gila kan hanya 24 jam," katanya dalam caption post foto pesawat GIAA, Selasa (2/11/2021).

Lebih lanjut, karena dipaksa dengan alasan harus tanda tangan, kalau tidak akan membuat (dissenting) atau gagal pembeliannya. Peter pun akhirnya mengaku menandatangani dengan catatan tidak diberi cukup waktu untuk evaluasi.

"Saya pun dikucilkan oleh direksi waktu itu. Saksi hidup masih banyak. Tanyakan saja! Juga jejak digitalnya saya ada!" klaimnya.

Jenis pesawat tersebut yang akhirnya jatuh saat digunakan oleh Lion Air dan Ethiopian Air. GIAA pun baru menerima 1 unit Boeing 737 Max tersebut dan harus ikut dihentikan sementara pengoperasiannya.

"Tahun lalu pada 2020 saya minta Direksi untuk batalkan kontrak tersebut dan kembalikan 1 pesawat yg sudah dikirim, tapi tidak dikerjakan karena alasan kontrak tersebut tidak bisa dibatalkan apapun alasannya. Saya minta dituntut di pengadilan Amerika Serikat, dan minta uang perusahaan dikembalikan, tapi tidak dilaksanakan, padahal Boeing sudah terkendala korupsi," urainya.

Direktur Eksekutif Sinergi BUMN Institute Achmad Yunus menuturkan mekanisme penunjukan Direksi BUMN yang tidak terbuka, dengan latar belakang profesional yang dipertanyakan termasuk keterlibatannya dalam aktivitas politik praktis menghasilkan Direksi BUMN yang jauh dari yang diharapkan publik.

"Kasus Garuda merupakan contoh nyata betapa rendahnya ownership Direksi, kebijakan-kebijakan jangka pendek yang membahayakan perusahaan dalam jangka panjang dengan target-target irasional yang diberikan Kementerian BUMN membuat mereka jarang berpikir untuk jangka panjang," paparnya.

Selain itu, dia menilai tidak adanya jaminan jabatannya dalam jangka waktu tertentu, mengakibatkan perencanaan tidak matang. Bahkan, ada Direksi yang hanya menjabat dalam hitungan 1-3 bulan saja.

Walhasil, BUMN tidak memiliki perencanaan pengembangan perusahaan dalam jangka panjang yang matang, karena seringnya bergantinya Direksi dan kebijakan antara Direksi yang lama dengan yang baru selalu berbeda.

"Pengelolaan BUMN dilakukan dengan serampangan, BUMN tak mampu menjadi buffer dan lokomotif perekonomian nasional sebagaimana harapan founding parents agar BUMN bersama koperasi bisa menjadi benteng ekonomi nasional," tegasnya.

Dia juga mengkritisi kebijakan penawaran umum perdana atau initial public offering (IPO) saham BUMN dan subholding BUMN yang potensial hanya menguntungkan pemburu rente.

"Menteri BUMN harus mengembalikan BUMN pada relnya, tunjuk Direksi yang tidak hanya piawai berenang dalam kolam kapital tapi juga memiliki pemahaman ideologi yang baik," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Hafiyyan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper