Bisnis.com, JAKARTA – PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) melihat kasus gagal bayar perusahaan properti China, Evergrande, berdampak netral ke korporasi di Indonesia.
Analis Pefindo Yogie Surya Perdana mengatakan, banyak hal yang mengakibatkan Evergrande mengalami default. Salah satunya, kata dia, akibat diversifikasi yang dilakukan perseroan ke usaha di luar properti.
"Bisnisnya mereka banyak sekali dan mereka mulai diversifikasi ke non-core di properti. Itu di-leverage dengan utang," kata Yogie, Senin (18/10/2021).
Di sisi lain, kata dia, permintaan properti di China juga mengalami penurunan. Akumulasi dari masalah tersebut menyebabkan Evergrande mengalami gagal bayar.
"Tapi kalau dampaknya ke sektor korporasi Indonesia sendiri, balik lagi, itu netral. Karena dari investor pun harusnya mengetahui kenapa Evergrande bisa di posisi sekarang," ucap dia.
Adapun dia melihat sektor properti di dalam negeri sendiri trennya sudah melemah sebelum Covid-19. Akan tetapi, hingga semester I/2021, menurutnya terjadi tren positif dengan agregat pra penjualan yang menunjukkan pertumbuhan dibandingkan semester I/2020.
Baca Juga
Namun, kata dia, pertumbuhan pra penjualan ini berangkat dari angka yang rendah selama awal pandemi di semester I/2020.
"Kalau dilihat dari kinerja pra penjualan dan semester I sebelum PPKM, trennya membaik dibanding 2020 dan membukukan pertumbuhan kinerja pra penjualan pertama kali sejak 2019. Itu pertanda baik," tutur dia.
Selain itu, lanjutnya, take up rate dari produk yang baru diluncurkan developer setelah PPKM juga cukup baik. Pefindo melihat ke depan, tren pertumbuhan sektor properti dalam negeri akan lebih membaik dibandingkan 2020.