Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

PREMIUM NOTES: Sinyal Aset Kripto & Dampak LPS Rate Rendah ke Emiten

Kebijakan PBOC yang menjadi sentimen penekan harga kripto berpeluang ditiru oleh otoritas AS.
Jajaran komisaris dan direksi PT Wijaya Karya (Persero) Tbk. (WIKA) setelah RUPSLB pada Kamis (2/9/2021)./ WIKA.
Jajaran komisaris dan direksi PT Wijaya Karya (Persero) Tbk. (WIKA) setelah RUPSLB pada Kamis (2/9/2021)./ WIKA.

Bisnis.com, JAKARTA – Kebijakan bank sentral China, People’s Bank of China (PBOC) yang melarang segala jenis transaksi kripto sejak pekan lalu mulai memunculkan dampak. Dalam sepekan terakhir, pergerakan sejumlah aset kripto termasuk Bitcoin tampak lesu.

Tekanan pun berpotensi berlanjut, mengingat kebijakan serupa berpotensi diadopsi pula oleh AS. Terutama bila Saule Omarova akhirnya sah menjadi Kepala Office of the Comptroller of the Currency (OCC) Amerika Serikat.

Omarova dinominasikan oleh Joe Biden untuk menduduki posisi pimpinan OCC selama tiga tahun ke depan.

1. Bitcoin Cs. Ditekan China, AS Siap Menyusul?

Omarova dinilai sejumlah kalangan cukup keras dan aktif mengkritik kehadiran aset kripto dan uang digital. Profesor hukum lulusan Cornell University tersebut berpeluang memperkuat dan mempertegas pandangan negatif terhadap aset kripto, yang telah diungkapkan oleh Kepala OCC sebelumnya Michael Hsu.

OCC sendiri merupakan lembaga independen di Kementerian Keuangan AS yang mengawasi dan mengatur lembaga keuangan perbankan maupun nonperbankan, baik dari dalam maupun luar negeri yang beroperasi di AS.

Pembahasan lebih lanjut terkait prospek Bitcoin dan kolega di tengah sinyal sejumlah sentimen dapat Anda baca di sini.

 

2. LPS Rate All Time Low, Sinyal Terang Emiten Properti, Konstruksi Hingga Sektor Riil?

Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menetapkan penurunan Tingkat Bunga Penjaminan atau LPS Rate sebesar 50 bps untuk simpanan rupiah di Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR).

Dengan penurunan ini, tingkat bunga penjaminan yang berlaku pada bank umum menjadi 3,5 persen, sementara valas pada bank umum menjadi 0,25 persen. Tingkat bunga penjaminan ini tercatat menjadi yang terendah sepanjang sejarah.

Sementara itu, tingkat bunga penjaminan untuk rupiah pada BPR sebesar 6,0 persen. Tingkat ini berlaku mulai 30 September 2021 sampai dengan 28 Januari 2022.

Keputusan untuk menurunkan tingkat bunga penjaminan telah mempertimbangkna beberapa hal, seperti tren penurunan bunga acuan Bank Indonesia serta perlunya dorongan bagi perbankan dalam proses pemulihan ekonomi saat ini.

Lantas bagaimana dampaknya terhadap emiten-emiten di sejumlah sektor terkait?

Selengkapnya dapat Anda baca di sini.

 

3. HBA Batu Bara Bisa Pecah Rekor, ADRO, PTBA & INDY Tadah Berkah?

Harga batu bara berpeluang kembali mencatatkan rekor sehingga dapat memberikan keuntungan tambahan bagi emiten komoditas tersebut. Pengamat memperkirakan tingginya permintaan global terhadap batu bara, berpeluang mengerek harga komoditas itu setidaknya hingga beberapa waktu ke depan.

Di sisi lain, kondisi harga global tersebut bakal mengerek harga batu bara acuan (HBA) di Indonesia.

Peneliti Alpha Research Database Ferdy Hasiman mengatakan bahwa HBA sebagai acuan ekspor akan dapat menyentuh US$230 per metrik ton pada Oktober. Pasalnya harga batu bara terus menunjukkan harga kenaikan signifikan. Bahkan dalam beberapa hari terakhir, komoditas fosil itu mencatatkan rekor tertinggi sejak 2008.

Fredy menyebutkan bahwa kenaikan harga batu bara tersebut akan memberikan profit besar bagi perusahaan tambang. Situasi ini juga akan berdampak pada meningkatnya pendapatan negara bukan pajak maupun royalti.

Pembahasan selanjutnya dapat Anda baca di sini.

 

4. Jemput Bola Wijaya Karya (WIKA) di Bisnis Motor Setrum

Kering kerontang segmen konstruksi di tengah pandemi membuat PT Wijaya Karya (Persero) Tbk. (WIKA) mengambil belokan tipis. Lewat entitas anak terkendali PT Wijaya Karya Industri dan Konstruksi (Wikon), per Selasa (28/9/2021), emiten BUMN karya tersebut mengakuisisi 10,66 persen saham PT Gesits Technologies Indonesia (GTI) pada PT Wijaya Karya Industri Manufaktur (Wima).

Alih kepemilikan saham senilai Rp36,5 miliar tersebut akan membuat kepemilikan GTI pada Wima 100 persen beralih ke Wikon, yang sebelumnya baru menggenggam sekitar 89,34 persen kepemilikan. Artinya, potensi peningkatan hak bagi hasil WIKA dari bisnis yang digeluti GTI juga berpotensi meningkat.

GTI merupakan perusahaan yang menaungi bisnis sepeda dan motor listrik dengan merek Gesits. Belakangan, perusahaan ini terbilang agresif melakukan ekspansi untuk menambah pundi-pundi pemasukannya.

Ulasan mengenai perkembangan bisnis dan potensi kontribusi GTI terhadap WIKA dapat Anda baca di sini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper