Bisnis.com, JAKARTA — Agresifnya upaya ekspansi lewat proyek-proyek pengembangan smelter membuat PT Vale Indonesia Tbk. (INCO) diramal masih punya prospek cerah oleh kalangan analis. Perseroan pun berpotensi membukukan kinerja yang solid sampai akhir tahun.
Pada kuartal II/2021, kinerja INCO memang melandai dibandingkan kuartal I/2021. Namun, secara keseluruhan rapor perusahaan pada semester I/2021 cenderung meningkat dari periode yang sama tahun sebelumnya alias year-on-year (yoy).
1. Prospek Saham Vale Indonesia (INCO) di Tengah Ekspansi Smelter dan Mengilapnya Harga Nikel
Manajemen menjelaskan bahwa salah satu hambatan kinerja INCO pada paruh pertama adalah volume produksi yang lebih rendah seiring sejumlah pemeliharaan. Namun, kondisi mereka perkirakan akan terus membaik.
Dengan prospek peningkatan produksi dan penjualan tersebut, ditambah harga nikel yang masih panas, magnet saham INCO pun tampak semakin kuat. Ulasan selanjutnya dapat Anda baca di sini.
Presiden Direktur Bank Aladin Syariah Dyota Marsudi./Istimewa
2. Ramai-ramai Rombak Pengurus Bank Mini, Ada Nama Siapa Saja di Balik Bank Digital?
Tekad kuat bank-bank mini di Indonesia nyemplung ke dalam segmen perbankan digital masih belum pudar. Ini tampak dari berlanjutnya transformasi sejumlah bank-bank BUKU I dan BUKU II.
Terakhir, upaya perubahan dilakukan PT Bank Capital Tbk. (BACA) dengan memboyong eks bankir Grup Sinarmas, Yenny Hoo sebagai direktur baru.
Yenny dan BACA tentu bukanlah yang pertama. Selain BACA, bank mini lain yang juga melakukan perombakan pengurus seiring transformasi digital yang dilakukan adalah PT Bank Aladin Syariah Tbk. (BANK).
Lalu, ada pula PT Bank QNB Indonesia Tbk. (BKSW) menarik eks bankir Royal Bank of Scotland Indonesia Soemenggrie Jongkamto sebagai direktur baru.
Pembahasan selanjutnya dapat Anda baca di sini.
Warga mengakses aplikasi Bukalapak di Jakarta, Kamis (5/8/2021)./Bisnis-Fanny Kusumawardhani
3. Aksi Asing Serok Saham Bukalapak (BUKA) Sepekan, Mampu Lewati Rp1.000?
Aksi borong investor asing di saham PT Bukalapak.com Tbk. (BUKA) belum menunjukkan tanda-tanda jenuh.
Sepekan terakhir, terlepas dari fluktuasi saham BUKA, kecenderungan masuknya asing memang tampak jelas. Hal itu terbukti dari nilai net buy asing yang mencapai Rp303,37 miliar dalam kurun 5 hari perdagangan.
Perseroan, di sisi lain, masih membukukan kerugian pada semester I/2021. Meskipun, nilai kerugian BUKA pada paruh pertama tahun ini masih dianggap wajar oleh sebagian analis.
Pembahasan selanjutnya dapat Anda baca di sini.
Mobil diparkir di kawasan PT Indonesia Kendaraan Terminal Tbk (IPCC) di Jakarta, Rabu (12/9/2018)./JIBI-Abdullah Azzam
4. Aset Merger 4 BUMN Pelabuhan Tembus Rp112 Triliun, IPCC & IPCM Punya Peluang
Rencana merger empat BUMN pelabuhan, termasuk di dalamnya adalah dua entitas anak PT Pelindo II (Persero) yakni PT Indonesia Kendaraan Terminal Tbk. (IPCC) dan PT Jasa Armada Indonesia Tbk. (IPCM) agaknya bakal menyita perhatian tersendiri di pasar modal.
Pasalnya, pembentukan holding tersebut berpotensi menyulut pertumbuhan lebih besar terhadap bisnis IPCC dan IPCM. Pasalnya, merger bakal menimbulkan penyatuan pengelolaan untuk setiap jasa-jasa yang diberikan perusahaan-perusahaan tersebut.
Bukan cuma itu, secara aset, rapor IPCC dan IPCM pun berpotensi ketularan perkembangan rapor saudara-saudara jauhnya. Apalagi, analis juga memprediksi status IPCM dan IPCC sebagai perusahaan terbuka akan membuat keduanya mendapat derajat strategis di dalam entitas hasil merger.
Selengkapnya dapat Anda baca di sini.
Karyawan melayani nasabah di salah satu kantor cabang milik PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Asabri) di Jakarta, Kamis (10/10/2019)./Bisnis-Dedi Gunawan
5. Kuasai 18 Emiten di Atas 5 Persen, Ini Sinyal dari Asabri
Data pemegang saham emiten di atas 5 persen dari Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) per 31 Agustus 2021 mencatat PT Asabri (Persero) masih menggenggam 18 emiten. Saham-saham Asabri membentang dari perusahaan cokelat hingga bengkel penempa emas dan perhiasaan.
Asabri sebelumnya memegang saham 19 perusahaan. Tapi, angka ini berkurang seiring keputusan mereka melego seluruh kepemilikan di PT Bank Neo Commerce Tbk. (BBYB).
Dari tabulasi Bisnis, nilai 18 saham Asabri yang ditampilkan KSEI mengacu harga penutupan 31 Agustus 2021 setara dengan Rp 2,99 triliun.
Pembahasan mengenai nasib sisa investasi Asabri dapat Anda baca di sini.