Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ini yang Bakal Memengaruhi Kinerja Reksa Dana Indeks dan ETF pada Semester II/2021

Indeks-indeks yang biasa menjadi acuan dari reksa dana indeks dan ETF masih belum memasukkan daftar emiten yang masuk dalam sektor teknologi maupun bank digital ini. 
ILUSTRASI REKSA DANA. Bisnis/Himawan L Nugraha
ILUSTRASI REKSA DANA. Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA – Kinerja produk reksa dana berjenis index fund (indeks) dan produk investasi kolektif exchange trade fund (ETF) mengalami penurunan dana kelolaan seiring dengan kinerja berbagai indeks yang juga minus selama tahun berjalan. 

Berdasarkan laporan statistik Bursa Efek Indonesia, pada Rabu (28/7/2021), selama tahun berjalan atau year to date indeks IDX30 mengalami penurunan sebesar 11,69 persen, LQ45 turun 11,14 persen. Bahkan indeks Jakarta Islamic Index (JII) juga turun sebesar 15,34 persen. 

Dari kumpulan indeks tersebut salah satu yang masih mampu bertahan berada di zona hijau adalah Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang naik tipis 1,83 persen selama tahun berjalan. 

Head of Investment Research Infovesta Utama Wawan Hendrayana menyampaikan, sektor penopang dari kenaikan IHSG tersebut adalah sektor teknologi dan juga bank digital yang sekarang menarik perhatian para investor. 

Sementara, untuk indeks-indeks lainnya yang biasa menjadi acuan dari reksa dana indeks dan ETF masih belum memasukkan daftar emiten yang masuk dalam sektor teknologi maupun bank digital ini. 

“Dua sektor ini belum masuk ke indeks-indeks besar karena dari sisi likuiditas maupun fundamental mungkin belum masuk kriteria yang ditentukan,” ujar Wawan saat dihubungi Bisnis, Rabu (28/7/2021). 

Wawan mencontohkan, emiten bank digital PT Bank Jago Tbk. (ARTO) yang secara tahun berjalan telah mengalami lonjakan harga saham luar biasa yaitu 369,34 persen. Di mana berdasarkan data Bloomberg pada penutupan perdagangan Rabu (28/7/2021), menguat 4,60 persen dan bertengger di posisi 18.200 belum masuk dalam daftar indeks besar di BEI. 

Padahal, seperti diketahui, beberapa hari yang lalu BEI telah melakukan perubahan konstituen atau anggota indeks. Wawan pun mengira salah satu penyebab dari tidak masuknya saham tersebut adalah masih minusnya laporan keuangan perseroan. 

Oleh karena reksa dana indeks dan ETF berfokus pada indeks-indeks besar seperti LQ45 maupun IDX30, Wawan pun memperkirakan pada semester II/2021 kinerja reksa dana indeks dan ETF ini akan cenderung negatif. 

Kendati demikian, Wawan pun tidak menutup kemungkinan akan ada perbaikan kinerja atau justru pelemahan kinerja reksa dana tersebut yang bergantung pada pemulihan ekonomi di Tanah Air. 

“Sebenarnya tergantung kepada kondisi ekonomi Indonesia sendiri. Ini skenario optimis ya, kita PPKM akan selesai paling di Agustus 2021, terus ekonomi kembali bergerak, vaksinasi kembali naik sesuai target. Kalau seperti itu sih kami percaya indeks bisa kembali ke 6.600 didukung dengan saham-saham yang ikutan naik,” papar Wawan. 

Jika kondisi itu tercapai, Wawan pun yakin kinerja reksa dana indeks dan ETF akan ikut terdorong menjadi positif. 

Namun jika yang terjadi adalah situasi seperti sekarang bertahan lama, maka Wawan memperkirakan indeks akan bergerak “spekulatif” dengan sektor teknologi seperti masuknya perusahaan teknologi unicorn yang akan masuk pada semester II/2021. 

Masuknya perusahaan-perusahaan teknologi tersebut melalui aksi initial public offering (IPO) di sisi lain menurut Wawan akan membuat fund manager atau manajer investasi galau karena jika dilihat perusahaan-perusahaan tersebut masih membukukan laporan keuangan yang negatif bahkan masih rugi hingga ratusan miliar. 

Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan minggu pertama Juli 2021, dana kelolaan reksa dana konvensional jenis indeks menurun dari Rp9,23 triliun pada Desember 2021, menjadi Rp7,49 triliun pada 9 Juli 2021.

Penurunan dana kelolaan reksa dana tersebut juga berlaku untuk reksa dana konvensional berjenis ETF dari Rp16,14 triliun menjadi Rp14,42 triliun pada 9 Juli 2021. Hal ini pun menurut Wawan wajar karena IHSG pun juga mengalami penurunan nilai aktiva bersih (NAB) atau dana kelolaan reksa dana. 

Sementara itu untuk investor reksa dana jenis ini yang berinvestasi jangka panjang setidaknya 3 hingga 5 tahun ke depan, Wawan pun yakin bahwa tidak ada badai yang tidak berlalu.

“Bahkan di zaman 2008 aja, IHSG minus 50 persen setelah dua tahun kembali kok di Indonesia. Dan kita bisa lihat juga di negara-negara yang sudah dapat mengatasi pandemi seperti di China itu perekonomiannya langsung lompat begitu ya,” kata Wawan.  

Dia pun berharap di tahun 2022 atau 2023 akan ada perbaikan indeks dan kenaikan kinerja yang signifikan. Namun untuk tahun ini menurutnya memang belum bisa diharapkan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper