Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kisruh OPEC+: Ini Alasan UEA Ngotot Soal Kuota Minyak

UAE mengklaim pembatasan produksi yang diterapkan tidak adil karena merasa lebih dirugikan dibandingkan negara-negara anggota OPEC+ lainnya.
Kilang minyak lepas pantai di Skotlandia/Bloomberg-Jason Alden
Kilang minyak lepas pantai di Skotlandia/Bloomberg-Jason Alden

Bisnis.com, JAKARTA – Kartel produsen minyak mentah dunia kini tengah menghadapi krisis terbesarnya sejak perang harga pada awal pandemi virus corona.

Dilansir dari Bloomberg, Uni Emirat Arab, produsen terbesar keempat Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak dan sekutunya atau OPEC+, menentang usulan kesepakatan Arab Saudi dan Rusia yang ingin memperpanjang batasan kuota produksi hingga akhir tahun 2022.

UEA setuju dengan 22 anggota OPEC+ lainnya bahwa pengurangan produksi bulanan harus dilonggarkan hingga 400.000 barel per hari mulai Agustus, tetapi mengatakan perpanjangan harus diperlakukan secara terpisah.

OPEC+ biasanya menyelesaikan perbedaan pendapat antara anggotanya secara pribadi dan tetap menunjukkan persatuan. Tetapi keretakan ini berjalan begitu dalam sehingga menteri energi UEA dan Arab Saudi mengungkapkan keluhan mereka dalam wawancara dengan sejumlah media pada hari Minggu (4/7/2021).

OPEC+ kemudian merencanakan pertemuan pada Senin (5/7/2021) guna menjembatani perbedaan yang ada. Namun, pertemuan justru batal. Tanpa kesepakatan, pasar akan dibiarkan tidak menentu pada saat permintaan minyak mentah terus meningkat. Padahal, harga sudah naik 50 persen tahun ini.

 

Peningkatan Produksi

Kerasnya sikap UEA ini bukan tanpa alasan. UEA mengklaim dapat memompa lebih dari 3,2 juta barel per hari berdasarkan sistem kuota OPEC+. Menteri Energi UEA Suhail Al-Mazrouei mengatakan level produksi tersebut benar-benar tidak adil dan tidak berkelanjutan.

Negara tersebut menginginkan peningkatan produksi menjadi 3,8 juta barel per hari jika perjanjian pembatasan pasokan yang ditandatangani pada April 2020 diperpanjang hingga akhir 2022.

Mazrouei mengatakan UEA sekitar sepertiga dari outputnya menumpuk di dalam negeri. Ini berarti UEA "mengorbankan" produksinya lebih besar daripada anggota OPEC+ lainnya.

Di sisi lain, Arab Saudi berpendapat bahwa mereka menahan lebih banyak minyak daripada UEA dan telah dilakukan selama bertahun-tahun. Riyadh juga menegaskan bahwa perpanjangan pembatasan produksi diperlukan untuk menenangkan pasar energi di tengah ancaman berkelanjutan terhadap konsumsi bahan bakar akibat pandemi.

Abu Dhabi, yang memproduksi hampir semua minyak mentah UEA, menghabiskan sekitar US$25 miliar per tahun untuk meningkatkan kapasitasnya menjadi 5 juta barel per hari pada akhir dekade ini.

Penguasa de facto UEA, Putra Mahkota Mohammed bin Zayed, melihat rencana itu penting guna menghimpun mengumpulkan lebih banyak dana untuk berinvestasi di industri baru dan mendiversifikasi ekonomi.

“Mereka menginginkan baseline yang lebih tinggi untuk lebih mencerminkan investasi yang telah mereka buat,” ungkap Jeff Currie, kepala komoditas global di Goldman Sachs Group Inc., seperti dikutip Bloomberg.

 

Mitra Asing

Tidak seperti Arab Saudi dan sebagian besar anggota OPEC negara Teluk lainnya, UEA memiliki perusahaan internasional sebagai investor ekuitas di ladang minyak dan gasnya. Mitra yang telah ada seperti BP Plc dan TotalEnergies SE, yang telah beroperasi di wilayah tersebut sejak sebelum UEA muncul 50 tahun lalu, telah bergabung dengan mitra lain dari India dan China selama tiga tahun terakhir.

Chief Executive Officer Abu Dhabi National Oil Co. (Adnoc) Sultan Al Jaber telah memimpin restrukturisasi agresif produsen minyak milik negara sejak mengambil peran pada 2016, dan telah didukung Pangeran Mohammed.

Selain meningkatkan kapasitas dan hubungan dengan perusahaan energi di Asia, Al Jaber telah menjual jaringan pipa, penyulingan, dan aset real estat bernilai miliaran dolar kepada investor swasta asing.

“Kami harus mencegah investor kami terus kehilangan investasi mereka,” kata Al Mazrouei dalam sebuah wawancara dengan Bloomberg Television.

 

Minyak Mentah Berjangka

Abu Dhabi mengizinkan minyak mentah kelas utamanya, yang disebut Murban, untuk diperdagangkan di bursa berjangka baru awal tahun ini. langkah ini merupakan yang pertama di antara anggota OPEC lainnya.

UEA ingin Murban diadopsi oleh pedagang minyak dan produsen Timur Tengah lainnya sebagai patokan untuk wilayah tersebut. Untuk itu, UEA perlu memastikan aliran besar untuk menopang likuiditas dan perdagangan. Adnoc memperkirakan dapat menyediakan lebih dari 1,1 juta barel per hari untuk bursa tersebut mulai Agustus.

Meningkatkan produksi minyak Murban mendekati kapasitas penuh sekitar 2 juta barel per hari akan memperkuat daya saing Adnoc dan membuka jalan untuk mendapatkan status patokan harga.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper